Vonlaus merentangkan kedua tangannya kepada Si Kembar tiga. Sebuah gulungan berwarna hitam muncul secara perlahan di tengah-tengah tangannya. Gulungan tersebut dikelilngi oleh cahaya berwarna emas kehitaman. Vonlaus menutup matanya, mengambil gulungan tersebut, membukanya, dan mulai melakukan ritual perjanjiannya. Daging pada punggung Vonalus langsung terurai seperti selendang. Darah-darah menetes dari balik kulit tersebut dan daging-dagingnya yang baru lepas dari tulangnya. Selendang daging tersebut menutupi seluruh tubuh Vonlaus yang sedang melakukan ritual. Cahaya emas kehitaman langsung menutupi dia seperti dia berada dalam sebuah bola kaca.
Sementara itu, Solis berada di belakang Vonlaus yang sedang melakukan ritual. Solis perlahan merubah dirinya menjadi sebuah roh jingga transparan. Dia melihat ke arah kami yang berada di sampingnya kemudian mengangguk dan tersenyum. Dia langsung berjalan ke arah Vonalus. Perlahan badan dia menghilang seperti menyatu dengan Vonlaus. Kami tidak tahu apa yang ada di balik ritual itu. Aku melihat ke arah tiga kembar. Duri-duri yang melilit mereka yang sangat tebal dan panjang, mulai terbakar. Kurasa ritualnya berhasil.
Beberapa jam kemudian, Solis berhasil keluar dengan membawa gulungan tadi, tetapi warna gulungan tersbut berbeda dengan sebelumnya. Warna gulungan tersebut adalah menjadi warna perak. Solis yang baru keluar dari ritualnya Vonlaus lansung kelelahan dan memberikan gulungan tersebut sembari menunjuk ke arah Si Kembar tiga berbaring. Kami membalikan badan. Sesuatu yang mengejutkan terjadi. Mereka bertiga kembali sehat. Tidak ada bekas luka yang membusuk atau luka berwarna hitam.
"Selamat datang kembali Tris, Besta, dan Semel," kata Larmen sambil memeluk mereka secara begantan dengan air mata bahagia yang menetes dari kedua matanya.
"Selamat datang," kata Mortus dengan wajah tersenyum.
"Selamat datang," kata Igna.
"Selamat datang ..., kurasa," kata Deldora dengan ragu.
"Selamat ..., datang," kata Solis dengan suara yang kelelahan.
Aku hanya melihat ke arah mereka. Aku merasa aku bertanggung jawab atas kejadian ini. Aku memutuskan untuk keluar supaya tidak membuat suasana di sini menjadi canggung. Aku membalikan badan ke arah pintu keluar dan berjalan. Tiba-tiba seseorang memegang tanganku. Aku tahu itu adalah salah satu dari mereka jadi aku tidak memalingkan mukaku ke arah dia.
"Kami meminta maaf. Ehm ..., kami meminta maaf karena kami telah main hakim sendiri. Kami bertiga memang pantas untuk disekaratkan seperti tadi. Jadi, jika masih menyimpan kebencian pada kami ...."
Aku langsung melepaskan pegangan dia dan langsung keluar dari tempat ini. Aku berjalan ke arah tempat dimana aku pertama kali berbicara dengan Vonlaus. Aku di sana terduduk di lantai dengan kaki diluruskan dan tagan kananku memegang lengan kiriku sambil melihat ke sebuah jendela yang diterangi oleh cahaya sore. Aku merasa sakit mendengar permintaan maaf dari salah satu kembar tersebut. Mereka dengan mudahnya ingin didekatkan dengan kematian. Mereka tidak berpikir apakah aku melakukan itu dengan perasaan yang biasa saja. Aku tidak bisa mengungkapkan banyak ekspresi dan kata-kata, tetapi aku bisa merasakan perasaan. Aku merasa bersalah dan berdosa ketika aku hampir membunuh mereka. Membusukan tubuh mereka dengan wajah tanpa emosi. Itu semua sakit untuk dilakukan. Membunuh para pemburu juga membuatku ingin muntah. Meskipun mereka musuh, itu tetap membuatku muak.
"Ruele," tiba-tiba Si Rambut ungu mendatangiku.
Aku hanya melihat ke arah dia.
Dia duduk di sampingku. Dia sangat canggung hingga lupa ingin berbicara apa denganku. "Deldora tadi berbicara dengan Besta yang tadi memegang tanganmu. Aku mendengar pembicaraan mereka. Aku tidak tahu rasanya, tetapi apakah sakit ketika seseorang tidak bisa menunjukan emosi dan ekspresinya lagi?"
Aku terkejut dengan perkataannya. Tanpa melihat ke arah dia aku berkata, "Sangat."
"Kamu tidak perlu meminta maaf dan yang lain juga mungkin tidak usah. Ah maaf, aku sangat canggung ketika berbicara sendiri dengan orang lain," kata dia dengan tertawa sedikit.
Kami memutuskan untuk kembali ke ruangan itu. Kami melihat Vonlaus masih berada dalam lingakaran itu. Besta dan dua kembarannya mendatangiku. Mereka meminta maaf atas perkataan Besta tadi dengan menundukan kepalanya. Aku hanya melihat ke arah mereka yang sedang menundukan kepalanya. Mereka menoleh menaikan sedikit kepalanya sehingga bisa melihatku. Aku langsung mengangguk dan berjalan dimana Deldora, Igna, dan lain-lain berdiskusi.
"Bagaimana kalian bertiga mengetahui kejadian yang ada di pengadilan?" Tanya Deldora.
"Sihir kami adalah keluarga," kata Tris yang berada di sebelah kanan Besta.