Dari jendela lantai atas, aku melihat seorang perempuan dibakar di atas tiang api. Teriakan para warga menggema dari luar hingga dalam rumah besarku. Bakar, bakar, bakar! Itulah yang diucapkan para warga yang menyaksikan pembakaran wanita tersebut. Aku melihat, menatap, dan merasakan apa yang dirasakan oleh wanita tersebut.
Wanita yang dibakar di atas tiang api tersebut menatap ke arahku. Bola mata kita saling bertemu, menatap satu sama lain. Tatapan dari wanita tersebut terlihat sangat puas dengan kondisi yang dia alam saat ini. Tak lama kemudian, api dari tiang api tersebut semakin membesar, tetapi warga yang menyaksikan tidak ada yang menjauh. Mereka tidak menyadari bahwa api tersebut membesar dan meninggi setinggi atap rumahku yang bisa terbilang tinggi. Api tersebut kemudian meledak dan membakar semua yang yang ada didekatnya. Akibat dari ledakan itu aku terpental hingga keluar kamar yang terbilang jarak dan jendela agak jauh.
Aku terbangun dan melihat sekitar. Api telah melahap rumahku. Aku terbangun mencoba untuk ke kamar anakku yang masih bayi. Aku memutar ruanganku untuk menemukan kamar bayiku yang memiliki pintu berwarna coklat kehijauan. Aku mendobrak pintu dan mengambil anakku. Aku ingin mencoba keluar dari ruangan tersebut, tetapi lantai kamar tersebut mulai runtuh dan aku terjatuh.
Seseorang meraih tanganku dari atas. Aku melihat ke atas sambil menggendong bayiku. Aku melihat pelayanku meraih tanganku dengan kuat. Dia mengenakan baju zirah besi serta tombak yang ditancapkan pada tembok untuk dijadikan penopang.
"Pegang yang kuat!" Teriak dia sambil menarikku. Aku berhasil terselamatkan. Dia melihat ke arahku dan berkata, "Siap?" Aku dengan wajah kebingungan dan belum siap menjawab, langsung ditarik ke badannya dan memelukku. Aku memeluk bayiku dengan kuat. Aku bisa merasakan rasanya berguling dari atap lantai dua hingga jatuh ke dasar.
Aku terbangun dan melihat sekitar, ternyata aku sudah berada didaratan. cukup cepat, pikirku. Aku berlari dengan pelayanku menuju luar desa. Setelah sampai keluar, aku memutar balik badanku dan melihat kembali keadaan desa yang aku tempati. Semua telah terbakar. Hanya menara api yang ada di desar tersebut.
"Siapa yang tersisia?" Tanyaku kepada pelayan.
"Tidak ada. Semua habis ditelan api tersebut," ucap dia dengan tenang.
"Menurutmu, apa yang akan dia pikirkan ketika mendengar situasi ini?" Tanyaku sambil menenangkan bayiku yang menangis.
"Mengingat pangkat dia dalam dunia militer bisa dibilang tinggi. Kemungkinan besar perburuan besar-besaran akan terjadi," jawab dia sambil membuang debu yang ada di sepasang sepatunya. "Menurutmu kita harus kemana? Tempat tinggal sudah terbakar. Saudara? Pfttt ..., Siapa yang peduli sama bangsawan kelas bawah."