Thorned Fate

Centrifugal
Chapter #8

7. Percakapan

Aku mempertanyakan diriku sendiri, apakah aku bangun atau tidak? Semua yang kulihat hanyalah warna hitam yang sangat gelap. Tidak ada secercah cahaya yang terlihat. Aku bisa merasakan kakiku, tanganku, semua anggota tubuhku. Aku mencoba berdiri dan berjalan lurus. Aku tidak berpikir dua kali. Aku terus berjalan, berjalan, dan berjalan hingga aku menabrak sesuatu. Kuanggap ini adalah ujung dari tempat yang gelap ini. Aku masih mengingat apa yang terjadi sebelum aku berada di tempat ini. Aku sedang makan dan mengobrol dengan Fae, kemudian aku meminta dia mendeskripsikan ciri-ciri fisikku. Dan ..., aku..., berteriak .... Aku terdiam sementara sambil memegang tembok hitam yang ada di depanku. Beberapa menit kemudian, tembok hitam yang kupegang tadi secara perlahan berubah menjadi transparan. Dari tembok transparan tersebut muncul seorang perempuan dengan rambut dan kulit serta bibir yang pucat, mata yang tidak terlalu lebar serta bola mata yang berwarna hitam pekat seperti tidak ada cahaya yang masuk dalam bola mata dia. Dia juga mengenakan baju penginapan yang aku pakai sebelumnya. Dalam tembok transparan tersebut sama sekali tidak ada warna hitam. Semuanya berwarna abu-abu. Perempuan ini berjalan mendekat ke arahku. Tangan dia keluar dari tembok transparan tersebut dengan tujuan menarikku, tetapi aku menjauhi dia. Perempuan ini kembali memasukan tangannya ke tembok transparan tersebut.

"Masih menyangkal identitasmu? Sayang sekali." kata dia dengan nada yang monoton.

"Maksudmu?"

"Sebelum kau bertanya, aku ingin bertanya dulu. Apa yang ingin kau lakukan?"

"Maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kau tanyakan? Tanyaku dengan nada membentak.

"Mari kita ganti pertanyaanya. Apa ya ..., ah. Apa yang akan kalu lakukan jika Fae meninggalkanmu?" Pertanyaan dia tetap nada monoton.

"...."

"Kenapa diam? Ayo jawab."

Aku tetap terdiam setelah mendengar perkataan dia. Pertanyaan tersebut menusuk hatiku seperti tombak. Leherku rasanya seperti dicekin dan dadaku rasanya sangat sesak. Aku ingin lari dari dari perempuan ini tetapi badanku seperti diikat oleh rantai yang bertumpu pada tanah dan sangat kuat. Aku hanya bisa menggerakan bola mataku dan mulutku. Aku merasa aku sudah diam ditempat dalam waktu yang sangat lama, sementara dia hanya menatapku dengan tatapan yang merendahkan dan menjijikan. Pada akhirnya air mata keluar dari mataku. Badanku runtuh seperti pohon yang habis ditebang. Kedua tanganku menutup mukaku dengan air mata yang bercucuran seperti air terjun. Aku menangis. Aku merasa diriku tidak berguna, tidak bertujuan, dan hanya membawa malapetaka. Apa yang aku rencanakan sebenarnya dari awal? Kabur? Melawan?

"Pertama-tama ..., siapa aku ini?" Tanyaku dengan tersendat-sendat.

"Percuma jika aku beritahu. Kau tetap tidak akan bisa mendengar. Jika kuberitaju, yang kau dengar hanya krkrkr."

Lihat selengkapnya