Thorned Fate

Centrifugal
Chapter #9

8. Koin Teldra

Aku sepertinya tertidur. Mataku terasa berat, sepertinya karena kemarin air mataku terus bercucuran tanpa henti. Aku bangun sambil mengamati rumah kayu ini. Rumah ini sepertinya ditempati oleh seseorang, tetapi dengan alasan tertentu rumah ini ditinggalkan. Apakah rumah ini milik penyihir yang sedang diburu sehingga mereka terpaksa harus kabur. Kamar demi kamar aku masuki. Masih terdapat baju rapi, tetapi kotor yang ditinggalkan oleh pemilik rumah tersebut. Beberapa menit kemudian, aku mendengar suara ketukan dari luar rumah. Aku melihat dari jendela sepertinya ada seorang laki-laki tua. Aku membuka pintu dan melihat laki-laki tua tersebut langsung balik ke tempat dia datang tadi. Aku tidak berniat bertanya jadi aku abaikan. Aku melihat ke bawah dan melihat terdapat keranjang dengan bahan makanan dan minuman lengkap seperti roti, sayur, air, garam, dan daging. Bahan-bahan tersebut sudah terpotong rapih sehingga bisa aku langsung masak. Aku membawa makan tersebut ke dalam. Aku memperhatikan makan yang diberikan ini dengan waspada. Takutnya ada racun atau semacamnya di dalam makanan tersebut.

"Sepertinya aman."

Karena aku sudah mengunjungi setiap kamar dan ruangan dalam rumah ini, jadi aku tahu dimana ruangan dapur berada. Niat awalku adalah untuk mencari kayu bakar, tetapi di bawah salah satu meja di dapur ini terdapat beberapa kayu bakar. Aku mencoba membakar api tersebut ke dalam tungku api untuk dibakar. Aku kemudian keluar mencari batu dan menggeseknya dengan koinku untuk menciptakan api. Kayu sudah mulai terbakar, kemudian aku mencoba untuk membuat sup dengan bahan-bahan yang diberikan oleh laki-laki tua itu tadi. Setelah beberapa menit aku menuangkan sup tersebut dengan mangkuk kayu yang tersimpan di lemari dapur tersebut. Sebelum kumasukkan sup tersebut, aku mencuci mangkuk tersebut. Aku membawa mangkuk tersebut ke meja makan yang sebenarnya meja biasa yang dekat pintu keluar. Aku mengambil sendok dan menyuapi bayiku. Aku hanya perlu makan separuh dari roti tersebut. Aku memotong setengah roti tersebut dan sisanya aku hancur-hancurkan sehingga bisa ditelan oleh bayiku. Entah mengapa aku memberi makan bayiku yang padahal bayiku itu tidak perlu makan.

Tak lama waktu sudah berlalu dengan cepat. Aku mencoba keluar. Aku masih penasaran apakah aku ke rumah ini melewati sebuah pedesaan atau semacamnya. Aku berjalan keluar tanpa alas kaki dengan baju yang belum kuganti. Aku tidak memikirkan penampilanku. Aku berjalan menuju arah laki-laki tua tadi kembali dengan mengingat-ingat. Sambil menggendong bayiku aku berjalan. Sampai pada akhirnya aku bertemu kerumunan.

"Apa kau tidak apa-apa?" Kata seseorang pemuda.

"Rambut dan kulit yang putih pucat. Baru pertama kali aku melihat orang seperti ini," kata seorang pemuda.

"Boleh aku bertanya, kau ...."

"AKU MINTA MAAF," teriakku sambil minta maaf dengan badan dibungkukkan. Aku terus membungkuk, sementara yang lain terdiam terheran-heran dengan tindakanku yang tiba-tiba meminta maaf.

"Ah, tidak apa-apa. Kau terlihat sangat menderita," kata seorang pemuda yang sangat kurus berada di depanku.

Aku melihat ke arah pemuda tersebut yang berbicara di depanku dengan tanpa tahu apa-apa.

Lihat selengkapnya