"Dimana ini?" Sambil melihat sekeliling.
Aku terbangun di sebuah ruangan yang semuanya putih. Warna putih tersebut tidak menyilaukan. Mungkin bukan putih, lebih tepatnya abu-abu. Aku berjalan ke depan tanpa tahu apa yang ada di depan. Aku juga tidak memilki tujuan. Perasaan ini sepertinya pernah aku rasakan ketika aku berada di ruangan yang dipenuhi oleh warna hitam. Aku berjalan terus hingga akhirnya menemukan sebuah tembok berwarna hitam pekat. Tembok tersebut sangat besar dan membentang sangat jauh. Aku memegang tembok tersebut secara perlahan. Tanganku menembus tembok tersebut sepert tembok tembok tersebut terbuat dari air. Aku menarik tanganku lagi untuk menyiapkan mentalku. Aku langsung menerobos tembok tersebut. Semua sangat gelap. Aku tidak merasa sesak atau semacamnya. Rasanya nyaman membuatku terus ingin berada disini selama-lamanya. TIba-tiba seseorang menarikku dari belakang.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya seorang prajurit dengan dengan jilbab kain berwarna hitam yang melingkari helm ksatria berwarna hitamnya.
Aku melihat sekitar dan kau baru menyadari bahwa aku berada di pinggiran sungai. "Kenapa aku bisa disni?"
"Lupakan tentang itu, apa kau tidak apa-apa? Bajumu bahas. Pakailah ini," sambil memberikan sebuah pakaian berwarna abu-abu. "Seorang pemanah aneh memberiku uang lebih ketika aku ingin kesini, jadi aku bisa membeli baju ini dan sisanya pakaian bekas."
Mendengar kata-kata pemanah mengingatkanku pada Deldora. "Ah, terimakasih. Apakah tidak apa-apa aku mengganti baju disini?"
"Tenang saja, aku perempuan."
"Baiklah."
Aku sudah selesai mengganti baju. "Sejak kapan aku berada di sungai ini?"
"Entahlah, aku sedang berjalan-jalan dan menemukan kau menyeburkan diri ke sungai tersebut. Kupikir kau depressi atau semacamnya."
"Ah, maaf. Aku juga tidak tahu apa-apa. Aku hanya mengingat kalau aku sedang tidur kemarin malam. Ngomong-ngomong ini dimana?
"Di sungai dekat desa yang di pimpin oleh perempuan tua itu. Lagian cuman ada satu desa di sini. Apa kau penduduk desa tersebut?"
Aku mengingat-ingat tentang sungai ini. Akhirnya aku ingat setelah berpikir selama beberapa detik."Yah, sejak beberapa minggu yang lalu. Ngomong-ngomong apa yang sedang kau lakukan?"
Dia berhenti sejenak. "Aku ke sini untuk mencari seseorang yang kabur. Aku mengikutinya melalui jejak kaki yang dia tinggalkan."
"Semacam tahanan?"
"Ya, semacam itu, haha. Oh ya, bisakah kau menuntunku ke desa tersebut? Aku takut dianggap orang asing karena ..., kau tahu perburuan penyihir."
"Oh, mari ikut aku."
"Terimakasih."
Dia mengikutiku dengan pakaian basahku di tangan kanannya. Aku tidak meminta dia untuk membawanya tetapi dia secara otomatis membawa pakaianku. Mengingatkanku pada Fae. Badan dia hampir sama denganku, hanya tinggi sedikit. Dia membawa tombak yang ditutupi oleh perban berwarna hitam di punggungnya. Pakaian dia ditutupi oleh kain berwarna hitam. Sepertinya dia ksatria atau pasukan dari sebuah keluarga bangsawan atau bisa juga pemburu penyihir atau bisa juga pemburu bayaran atau bisa juga tentara bayaran. Aku tidak menanyakan dia tentang hal yang berbau pekerjaannya. Kurasa tidak etis saja.
Kami sampai di desa. Kami disapa oleh warga desa, tetapi ditatap dengan tatapan keheranan seperti ingin bertanya tentang ksatria hitam ini. Seseorang anak kecil perempuan berlari ke arahku.
"Guru, siapakah ini?" Tanya gadis kecil ini.
Aku kemudian jongkok sehingga tinggiku menyamai perempuan kecil ini. "Ah, Ibu juga kurang tahu. Katanya dia mencari seseorang," kataku dengan ramah.
Gadis ini menatap pada ksatria ini. "Selamat datang," kemudian dia berlari.
"Sangat ramah sekali."
"Ya, itulah desa ini. Menerima siapapun."
"Menarik. Oh, ngomong-ngomong kau mau membawaku kemana?"
"Aku lupa bilang ya? Maaf. Aku ingin membawamu ke pemimpin desa. Kau tahu perempuan tu ..., tunggu dulu, kau tadi bilang ketika di sungai tadi bahwa hanya ada satu desa yang di pimpin oleh perempuan tua kan?"
"Ya."
"Berarti kau sudah dapat izin."
"Tentu saja."
"Untuk apa kau memintaku memandu ke arah desa?"