Hari ini Miko menjemput Sam karena permintaan sahabatnya itu. Katanya motor Sam sedang diperbaiki jadi dia tidak bisa ke kampus dan terpaksa Miko harus menjemputnya. Walau kesal Miko tetap menjemput Sam karena memang ia harus membantu sahabatnya yang telah ia kenal selama dua tahun ini. Sangat tidak baik bukan ketika teman sedang dalam kesusahan dan kita tidak membantunya?
Selagi menunggu, Miko berkaca ria didepan spion mobilnya, untuk anak kuliahan yang belum bekerja Miko terbilang anak dari kalangan berada. Gaya hidupnya yang mewah dengan membawa mobil miliknya itu saja sudah cukup menggambarkan siapa ia, berbeda dengan Sam. Sam terbilang anak sederhana meski terlihat berada, ia lebih memilih membawa motor ketimbang mobil. Lagi pula mobil tidak bisa menyalip sana sini untuk mengurangi waktu tempuh perjalanan.
Untuk perawakan mereka berdua nampak sama-sama tinggi dan atletis, namun jika disandingkan Sam 3cm lebih tinggi dari Miko untuk rupa jangan tanya, Sam memang banyak dari Miko. Mereka giat berolahraga dan membentuk badan, maklum saja Miko memiliki tempat GYM sendiri dirumahnya hingga sering kali Sam ikut nge-GYM di sana.
Miko juga asli keturunan suku Melayu, itu sebabnya logat ia berbicara sangat kental dengan Melayunya. Berbeda dengan Sam yang keturunan Sunda-Jawa, ia tak semedok Miko. Lagipula ia dulu tinggal di Karawang, Jawab Barat jadi pantas saja ia tak terlalu menguasai bahasa Melayu. Tapi untuk bahasa Sunda sendiri Sam tidak bisa berbicara bila disuruh menggunakan bahasa itu, tapi untungnya saja ia mengerti bahasanya hanya saja tidak bisa menggunakan bahasa Sunda.
Sam datang ke Pontianak karena pekerjaan ayahnya, walau tak ingin namun sebagai anak ia hanya bisa ikut saja rencana orangtuanya. Setelah pindah Sam juga jadi terbiasa walau awalnya sulit beradaptasi, ia memang termasuk anak yang sulit mengenal lingkungan baru bahkan untuk bahasa sehari-hari saja Sam masih tidak bisa walau sudah dua tahun ia tinggal disini.
Miko terkesiap saat Sam menghampirinya, "sorry lama."
"Ye," singkat Miko memberi Sam kunci mobilnya, "kau je yang bawa," lanjutnya dan diangguki oleh Sam.
Ketika akan bergegas pergi, Sam dan Miko menatap seorang wanita berumur 40-an keluar dari dalam mobil bersama pria yang mereka tidak ketahui, Miko menatap Sam namun yang ditatap seakan tak peduli. Sam malah sibuk memasang sabuk pengaman dan mulai menyalakan mesin mobil, Miko masih menatap Sam.
"Bukannye tadi ... ."
"Iya itu nyokap."
"Lelaki tadi ... ."
"Selingkuhan nyokap gue, udah ah gak penting bahas mereka," potong Sam kemudian melaju di jalan raya tanpa ingin membahas apa yang baru saja mereka lihat.
Miko juga tak banyak tanya lagi, ia sudah cukup mengerti. Pantas saja akhir-akhir ini Sam aneh, ternyata karena ini?
***
Ali melihat layar ponselnya yang menyala, di sana terdapat beberapa notifikasi pesan dari orang yang sama. Ia menatap malas, jujur saja Ali tak nyaman dengan spam chat seperti itu. Belum juga ia matikan HP-nya sebuah panggilan dengan kontak bernama 'sayang' terpampang jelas. Dengan nafas yang tertahan Ali menerima telpon itu.
"Apa sih ay?" tanyanya tanpa basa-basi dengan nada suara tak enak.
"Aku mau seblak, kamu beliin dong. Ya ... ya ... ." rengek suara diseberang sana. Ali malas sekali, ia benar-benar tidak tahan dengan sikap Violin yang sangat manja, berbeda dengan Rhinia.
Berbeda 180° !
Biasanya Rhinia bermanja-manja juga ia tak masalah, ia bahkan suka jika Rhinia bermanja ria. Tapi rasanya bersama Violin terasa tak nyaman, terbebani, rasa tulus mencintai pun tidak seperti saat bersama Rhinia. Gadis bermata bulat dan rambut yang pendek itu nyatanya mampu menghadapi sikap Ali yang kadang ia pun merasa sikapnya tak baik. Entah kenapa sekarang Ali merasa ...
Menyesal?
Atau
Bersalah?
Ali tidak tahu, namun yang pasti sekarang ia merindukan gadis dengan sebutan Rhin itu.