"Mau ke mana?” tanya Bu Sumi heran melihat Tiana merapikan diri di cermin.
“Tia mau ke tempat Meli sebentar,” jawab Tiana sambil menyisir rambutnya.
Bu Sumi mengerti anaknya butuh udara segar di luar sana. Sudah hampir setengah bulan lamanya Dia dikurung di dalam rumah, setelah sakit akibat ke timpa buah kelapa.
“Pulangnya jangan lama-lama. Kamu masih butuh istirahat. Dan ingat pesan Ibu, jangan masuk hutan lagi. BAHAYA. Jaga diri lebih penting daripada mengambil tunas pisang,” Bu Sumi sangat menjaga Tiana. Hanya Tiana anak semata wayang Bu Sumi dan Pak Darman. Sebagai tumpuan semua harapan dan kebanggaan, Bu Sumi senantiasa merawat Tiana hingga tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Bukan hanya Bu Sumi dan suaminya saja yang menginginkan Tiana menjadi seorang wanita yang sempurna. Namun ada juga seseorang menantikan kehadiran Tiana menjadi pendamping hidupnya kelak.
Setelah pamit dan menyalami ibunya, Tiana melangkah dengan perasaan lega. Akhirnya, Ia bisa menikmati udara bebas kembali. Tubuhnya ringan seakan ingin melayang seperti burung yang selalu berkicau mengikuti gerak langkah Tiana. Sesekali Tiana menengadah ke atas langit melihat burung dan awan-awan beriringan. Teriknya sinar matahari menyilaukan mata, membuat pandangan Tiana tertunduk.
“Meli!!!” teriak Tiana memanggil sahabatnya itu. Meli sedang menjemur kerupuk hasil olahan sendiri di halaman rumahnya.
“Tiana,” Meli langsung berlari mendekati Tiana. Ia sangat senang Tiana sudah sembuh seperti sediakala. Selama ini rasa penyesalan membayangi Meli ketika mengingat kejadian di hutan. Andai saja pada saat itu, Ia tidak pernah mengajak Tiana ke hutan, pasti Tiana tidak mengalami kesakitan yang hampir saja merenggut nyawa sahabatnya itu.
“Wah….tak berbekas. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa,” kata Meli saat memeriksa kepala temannya.
“Sudahlah, tak usah membahas kekonyolanku tempo hari. Naas benar nasibku. Tertimpa buah kelapa. Huh,” kata Tiana lalu duduk di teras rumah Meli.
“Baiklah. Sekarang kamu mau minum apa? Biar kubuatkan minuman terlezat untukmu?”
“Apa saja,” sebenarnya Tiana tidak haus tapi lapar. Tadi di rumah Tiana tak sempat makan. Keinginannya untuk bertemu Meli membuat Ia lupa akan sarapan.
“Kenapa kamu tak pernah menjengukku?” tanya Tiana saat Meli kembali bersama nampan berisi sepotong kue bolu dan secangkir teh manis.
Bukan tak ingin mengunjungi Tiana saat sakit, Tapi Ia sangat takut jika sakit Tiana semakin parah. Hanya doa saja yang mampu Meli panjatkan agar Tiana diberikan kesembuhan oleh Allah SWT.