Tiana masuk rumah dengan langkah santai. Berharap ibunya tak mendengar suara langkah kakinya. Tiana sedang tak ingin berdebat dengan ibunya tentang ke mana Ia seharian bersama Meli. Tapi yang pasti, Ibunya tidak akan senang saat mendengar kalau Ia dan Meli main di tepi sungai.
Setelah berhasil memasuki kamar dengan tenang, Tiana merebahkan diri di kasur. Walau tak empuk lagi tapi begitu nyaman jika digunakan untuk tubuh yang letih. Mata Tiana melirik pada amplop coklat pemberian Surya. Ia meraihnya dan membolak balikkan amplop tersebut beberapa kali hingga tak sadar terlelap ke alam mimpi.
Begitu terbangun, Tiana melihat ibunya menutup jendela kamar karena hari sudah mulai gelap. “Ke mana saja seharian? Ibu sempat khawatir. Kenapa kamu belum pulang eh, ketika ibu mau menutup jendela, ternyata sedang tidur dikamar.”
“Iya nih Bu, aku ketiduran.”
“pulang jam berapa tadi? kok ibu tak melihat kamu masuk.”
Tiana mengikat rambutnya dengan karet. Inilah saat yang tidak disukai Tiana. Ibunya terlalu overprotective. Apalagi setelah tragedi buah kelapa tempo hari. Bukannya Tiana tidak menghargai perasaan ibunya yang ingin melindungi Tiana.
“Aku di rumah Meli. Kan aku sudah pamit sama Ibu,” Meli berdiri dan berjalan ke kamar mandi. Secepatnya menghindari perdebatan dengan ibunya. Kebetulan dari pintu depan, Pak Darman baru saja pulang dari ladang. Membawa satu kantong singkong hasil panen hari ini. Setiap hari Pak Darman bekerja di ladang Pak Imran. Hasilnya dijual dipasar kemudian sisanya di bawa ke rumah.
“Wah, nikmat sekali kalau dibikin tape,” Tiana menghampiri Pak Darman sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk. Tiana bersyukur ayahnya tak ikut mengekang seperti ibunya.
“Ya. Nanti tinggal beli ragi di warung,” kata Pak Darman mengusap kepala Tiana. Lelaki paruh baya itu selalu menuruti kemauan Tiana. Hidup Pak Darman hanya untuk membahagiakan istri dan anaknya. Terutama pada Tiana, Pak Darman sangat menyayangi Tiana sebab anak itulah yang telah membawa berkah pada keluarganya. Sejak Tiana dilahirkan, hidup Pak Darman bersama istri selalu diberi rezeki yang tak putus-putus.
“Oh, ya Pak. Tadi, ketika aku di rumah Meli, ketemu sama Surya. Dia mengajak aku dan Meli hadir nanti malam di balai desa. Buat persiapan kegiatan tujuh belas agustusan. Boleh ya pak?” Tiana memandang bapaknya yang sedang menyeruput teh hangat di meja makan.