Zidan masih mencari Leyna, khawatir jika Ernest melakukan hal yang tidak masuk akal. Entahlah pikiran itu terus mengelilingi, padahal dia tau bahwa Ernest itu baik.
Sudah cukup jauh Zidan menelusuri tempat di dalam Mall tersebut, tapi Zidan tidak kunjung menemui Leyna juga.
"Apa gue telpon Leyna aja ya?." Gumam Zidan, tapi tiba-tiba dia ingat bahwa dia tidak memiliki nomor kontak Leyna, belum sempat memintanya.
"Ah si ngenes aja lah! ."
Zidan menelpon Ernest berulang kali, tidak diangkat juga , bahkan nomor tidak aktif.
Zidan kesal dan memutuskan untuk pulang dengan perasaan yang tak biasa.
Ernest dan Leyna ternyata pergi keluar dari Mall, mereka pergi ke Balai Kota. Pantas saja Zidan mencari Leyna tidak ketemu juga.
Mereka tengah duduk di sebuah kursi taman, menatap tetumbuhan yang menjulang tinggi di hadapan mereka.
"Lo tadi nanya kan, apa maksud gue minta nomor lo?." Ucap Ernest memulai pembicaraan.
Leyna menoleh ke arah Ernest, mengangguk dan kembali menatap tetumbuhan.
"Gue liat lo lagi bagi-bagiin makanan di taman, gue saat itu lagi motret klien." Jelas Ernest.
"Terus?". Tanya Leyna.
"Yaa saat itu gue pulang sih, langsung cek hasil foto yang tadi gue potret, ternyata di belakang klien gue ada lo." Lanjut Ernest.