Tidak Ada Desember Tahun Ini

dey
Chapter #14

Berbeda Yang Jadi Tawa

14 Desember, 2019

"Cari tempat neduh aja, kayaknya bakalan deres."

Siang ini, hujan turun dalam waktu yang lagi-lagi Frey habiskan bersama Raka di luar area rumah sakit. Tujuan mereka hari ini masih sama seperti sebelumnya, Yap, puncak bukit. Namun, hasil yang mereka dapatkan pun masih sama seperti sebelumnya pula, gagal.

Ya, tak ada pemandangan puncak bukit yang Frey harap-harap akan ia nikmati bersama pria yang sejak pagi tadi berada di sisinya. Raka kembali kambuh dengan paru-parunya, ia tidak kuat dan ia mengaku tidak akan pernah kuat untuk menanjak. Lantas Frey pun membawanya kembali ke bawah, dan perlahan pun napasnya pulih diiringi pemberhentian di tepi-tepian kaki bukit. Udaranya yang masih sejuk dan suasananya yang damai perlahan berhasil membuat paru-paru Raka kembali bersahabat. Dan kini mereka berada di jalan, ingin pulang. Tapi, seperti yang dikatakan tadi, hujan turun. Tidak deras memang, tapi rintik-rintik kecilnya perlahan mulai menjadi butiran air yang cepat atau lambat pasti akan membuat keduanya basah. Jalanan sangat sepi, entah karena memang tidak begitu strategis untuk diakses kendaraan, atau memang orang-orang malas membawa kendaraan karena tau hujan akan turun. Freya dan Raka tidak terlalu peduli dengan hal itu. Mereka tetap berjalan, menghajar hujan yang perlahan mulai menderas. Tak ada tepian dengan atap, seperti halte, atau bangunan yang sekiranya memiliki atap luar yang bisa dijadikan tempat pemberhentian hingga hujan selesai dan mereka bisa kembali melanjutkan tujuan mereka yaitu pulang.

Alhasil, yang mereka lakukan pun hanyalah terus berjalan, berharap hujan akan terjeda setidaknya hingga mereka sampai di kamar inap masing-masing. Mereka tidak berlari, mengingat Raka yang memang memiliki kelainan pernapasan yang akan memburuk jika dibawa berlari, dan Freya yang paham, hanya bisa menjajari langkah pelannya.

"Mau neduh di mana? Nggak ada tempat," kata Frey sembari melihat ke langit yang menurunkan air yang kian menderas.

"Di mana ya?" gumam Raka sembari melihat ke sekeliling dan tidak menemukan apa-apa.

Mereka terus berjalan dan berharap ada sebuah tempat yang bisa mereka jadikan peneduhan. Namun jawabannya, tidak. Langkah mereka dipercepat, tidak berlari tapi berjalan terburu-buru. Freya menggandeng pergelangan tangan Raka, takut jika sewaktu-waktu Raka tiba-tiba kembali melemah dan justru tertinggal di belakangnya.

"Yahhh, Raka," pekik Frey. "Ujannya malah deres," lanjutnya.

Benar. Hujan tetiba mengguyur secara deras. Rintikan lebatnya seketika membuat baju keduanya basah, dan mereka masih tetap terus berjalan tanpa mempedulikan tubuh masing-masing yang sudah kuyup dan perlahan kedinginan. Frey seketika gelagapan, ia panik dan juga bingung. Ia ingin cepat-cepat pulang, tapi kondisi hujan kali ini memperlambat tujuannya. Jalanan yang terguyur dan penglihatan mata yang sedikit tidak jelas karena dihantam hujan yang tak kunjung mereda. Hingga kemudian, genggaman tangannya pada pergelangan Raka serasa tertahan, merasa seperti tumpuan genggamannya berhenti melangkah. Sontak, Frey langsung menoleh ke belakang.

"Kenapa? Sakit lagi dadanya?" kata Frey panik, panik sepanik-paniknya.

Raka tidak menjawab, ia hanya diam, tanpa jawaban.

"Raka? Kenapa? Sakit lagi ya?" panik Frey semakin memuncak.

Raka lagi-lagi tak menjawab pertanyaan itu, ia malah berjalan mendekat ke arah Frey, lalu tersenyum, tepat di depan wajah cantik itu.

"Gue baik-baik aja," kata Raka sembari tersenyum di bawah derasnya air langit itu. "Jangan panik," ia ambil jeda. "Gue masih di sini," lanjutnya.

Entah sihir macam apa ini. Tapi tatapan mata Raka yang sedikit menyipit karena terus terhantam hujan itu berhasil membuat Frey hampir tak bisa berkedip. Ada ketenangan yang perlahan disalurkan lewat tatapan itu, membuat rasa bingung dan paniknya perlahan memudar hingga kemudian hilang.

"Kalo gue bilang gue baik-baik aja, berarti lo juga," kata Raka kemudian, dan kembali tersenyum.

Sejenak, Frey merasa semua gundahnya pergi, mengalir lewat genangan hujan yang tak juga berhenti. Hingga kemudian ia ikut tersenyum, lalu mengangguk dan meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja, sama seperti ucapan Raka.

Lihat selengkapnya