16 Desember, 2019
Hari ini, tepatnya malam ini, kisaran pukul setengah tujuh kurang, ditemani hujan rintik rintik dan hawa sunyi dari selesainya adzan maghrib menjadi suasana yang dirasakan dua manusia dalam satu ruangan.
Freya.
Dan Citra.
Lebih tepatnya mungkin tante Citra. Yap, sosok perempuan yang sejauh ini masih Frey benci dengan banyak alasan, tapi alasan paling utama yang jelas karena wanita itu ia anggap sudah menyingkirkan posisi sang mama dari hati ayahnya.
"Selamat ulang tahun ya buat mama Frey."
Itu ucapan pertama dari tante Citra setelah beberapa waktu saling bungkam dengan gadis muda di hadapannya tersebut. Frey yang tadinya hanya duduk terdiam di atas ranjangnya pun tetiba mendongak terkejut dengan ucapan itu.
Tante Citra memang datang ke kamar inap Frey malam ini, tidak seperti biasanya yang hanya membawakan Frey buah-buahan atau makanan ringan lainnya, tapi kali ini ia justru membawa sebuah kue tar cokelat yang nampak begitu lezat dengan berbagai lapisan dan hiasan di atasnya. Awalnya Frey pikir mungkin tante Citra akan merayakan sesuatu, hari jadinya dengan sang ayah atau hal lain. Tapi Frey salah.
"Kok tante tau?" kata Frey.
Tante Citra tersenyum hangat. "Tau dong," katanya singkat, lalu ia ambil alih duduk di sisi ranjang Frey dan meletakkan kue tar tersebut di atas meja kecil yang bisa diletakkan di atas ranjang.
"Frey jangan sedih lagi ya, mama udah tenang," kata tante Citra, lalu mengelus pelan puncak kepala Frey.
Frey diam, tertunduk memandang kue tar cokelat di hadapannya tersebut. Bukan, bukan karena ia tergiur akan lezatnya bolu lembut yang dilapisi lelehan cokelat yang bahkan aromanya sudah tercium sedap. Melainkan, ia terpanah dengan tujuan tante Citra yang membeli dan membawa kue tersebut dengan alasan ulang tahun sang mama.
"Kata ayah, Frey sama mama sama-sama suka kue cokelat," ujar tante Citra lagi. "Jadi tante beli yang serba cokelat deh," lanjutnya.
Frey mendongak menatap tante Citra dengan bibirnya yang masih saja bungkam, hingga kemudian entah dorongan dari mana bibir itu pun akhirnya mengukir sebuah senyuman yang begitu tipis. Amat sangat tipis.
Tapi Citra menyadarinya.
"Dulu..."