08 Desember, 2019
"Frey mau kemana lagi?"
Frey yang berlari langsung mengerem dirinya sendiri. "Mau keluar dokter."
"Kemarin kan udah."
"Mau reuni kelasan sekarang."
"Di mana? Jangan jauh-jauh, Frey."
"Deket, di cafe deket deket sini," ujar Frey. "Udah ya Frey pergi dulu, udah ditungguin temen nih. Frey udah sarapan kok, kiwi nya udah Frey abisin, obat udah Frey minum. Dadah dokter, sampe ketemu nanti sore. Muachhh," sesudahnya bicara tanpa jeda, Frey memberikan kiss bye untuk dokter Sekar, sebelum akhirnya pergi.
Dokter Sekar agak tidak percaya dengan tingkah Frey. Begitupun dengan seorang suster yang tak sengaja lewat dan melihat bagaimana sikap Frey.
"Aku belum pernah liat Freya se-sumringah itu," kata dokter Sekar pada si suster.
"Sama dok, saya juga. Non Frey mah kebiasaan cicing wae atuh, padahal udah lama di sini, harusnya teh udah akrab sama kita-kita ya dok," kata si suster dengan logat sundanya.
Dokter Sekar hanya tertawa kecil. "Syukur lah kalo gitu, dia udah mulai pulih kayanya."
Sementara itu di luar, Frey berlari kecil menyusuri area parkir, dan berhasil menemukan sosok yang dia cari di sela-sela mobil yang terparkir sekian banyak.
"Raka."
Raka menoleh ke arah Frey dan tersenyum padanya. Raka melihat ke kanan kiri sebelum akhirnya menghampiri Frey. Raka dan Frey sudah menjanjikan area parkir sebagai tempat pertemuan mereka jikalau ingin keluar. Karena jika Raka menunggu tepat di depan pintu utama, bisa-bisa ia ketahuan dokter Sekar.
"Ayo."
Frey menarik tangan Raka dan membawanya pergi dari area rumah sakit itu. Mereka berjalan pelan menyusuri pinggiran jalan sembari menikmati suara klakson mobil dan motor yang saling bersaut-sautan.
Tujuan mereka kali ini rumah sakit. Rumah sakit tempat Raka dirawat.
Jarak rumah sakit tempat Raka dirawat tidak terlalu jauh memang dari rumah sakit jiwa tempat Frey dirawat, namun itu hanya jika dilalui oleh kendaraan, kalau berjalan kaki ya lumayan lama, tapi Frey dan Raka sama sekali tidak keberatan. Mereka mengobrol selama perjalanan. Membicarakan satu dua hal yang penting dan tidak penting. Bercanda, lalu tertawa karena lelucon salah satu dari mereka, yang memang lebih banyak diberikan oleh Raka.
"Bunda, kakak itu kenapa?"
Suara anak kecil yang bertanya pada ibunya membuat Frey dan Raka menoleh ke arah seorang ibu dan anak yang berjalan berlawanan arah di dekat mereka. Frey tersenyum, tapi tatapan mata sang ibu dari anak itu nampak tidak suka.
"Jangan deket-deket, dek."
Begitu lirih sang ibu sebelum akhirnya berlalu karena berlari kecil menjauh dari mereka.
Frey menatap ke arah Raka, ia diam sejenak, namun Raka tersenyum. "Udah biarin aja, mungkin ibunya pikir gue nular kali," kata Raka.
Frey masih diam, dan lanjut berjalan.
Sepanjang jalan yang tadinya asik dengan sekian obrolan dan candaan pun jadi terasa canggung. Mereka tidak bicara terlalu banyak setelah itu, hanya mengobrol satu dua perihal, sambil masih berjalan.