Tidak Ada Salju Di Sini

Aryasuta
Chapter #14

Keputusan - Potongan 1

Salju seharusnya turun pada saat seperti ini, pikir Lea sambil mengamati jendela laboratoriumnya yang kering dan bersih dari kristal-kristal es. Butir-butir putih itu dulu akan menempel pada kaca, mencair perlahan seperti air mata dunia yang menguap menjadi ketiadaan. Sudah dua bulan berlalu sejak perjalanannya ke Jakarta, waktu yang cukup bagi seseorang untuk tenggelam kembali dalam ritme kehidupan lama, tapi tidak cukup lama untuk melupakan sensasi tangan melingkar di pinggang seorang fotografer, atau aroma pesisir Jakarta yang aneh dan memabukkan itu.

Ia menatap layar komputernya; angka-angka yang familier menatap balik dalam deretan yang teratur. Anomali tetap anomali, angka tetap angka, tapi sejak kepulangannya dari Indonesia, seolah-olah ada interverensi halus dalam gelombang pikirannya. Bayangan wajah nelayan tua dan anak-anak yang bermain di atas sampah—wajah yang diperlihatkan Rahmat padanya—kini kadang muncul di antara kolom-kolom data seperti hantu yang mengganggu konsentrasinya.

"Tanaka-san, ini analisis terbarunya."

Sebuah suara memecah lamunannya. Shimizu, mahasiswanya, meletakkan setumpuk kertas di meja. Ia meraihnya, memindai hasil perhitungan dengan mata yang terlatih melihat pola.

"Terima kasih, Shimizu. Ini sangat membantu." Suaranya terdengar jauh, seolah berasal dari ruangan lain, dari orang lain.

Ketika Shimizu pergi, pikiran Lea kembali mengalir bebas. Dua bulan berlalu, dan tidak ada salju di Tokyo—baik secara harfiah maupun metaforis. Jendela-jendela tetap bersih dan kering, langit tetap kelabu tanpa janji kristal-kristal es yang turun, dan hidupnya sendiri tetap dalam orbit yang terprediksi, monoton dan sempurna. Hampir terlalu sempurna, kecuali untuk beberapa anomali kecil dalam pikirannya sendiri. Anomali bernama Rahmat Rushd.

Email dari fotografer itu datang seminggu setelah kepulangannya, kemudian telepon seminggu kemudian, dan panggilan video sesekali setelahnya. Percakapan profesional, tentu saja—tentang kolaborasi potensial, tentang data dan perspektif visual—tapi di antara baris-baris formal itu, ada sesuatu yang bergetar seperti benang tak terlihat, tipis namun kuat, merentang melintasi lautan yang memisahkan Tokyo dan Bandung.

Lihat selengkapnya