Restoran Jepang yang dipilih Daniel terletak di lantai 35 sebuah gedung di Shinjuku, dengan dinding kaca yang memberikan pemandangan lanskap kota Tokyo. Lampu-lampu kota berkedip di bawah mereka seperti konstelasi buatan, dan para pelayan bergerak seperti bayangan dengan efisiensi yang hampir tidak manusiawi.
Daniel duduk di hadapannya, tampak sempurna dalam setelan abu-abu gelap dan dasi biru tua. Rambut hitamnya disisir rapi ke belakang, dan senyumnya—yang ia berikan dengan sedikit terlalu sering—tampak sebagai hasil latihan di depan cermin. Dia adalah gambaran kesempurnaan yang dikonstruksi dengan hati-hati, pikir Lea. Terlalu hati-hati hingga kehilangan aspek kekacauan yang justru membuat seseorang terasa nyata.
"Ini toro premium," jelas Daniel saat hidangan sasimi diantarkan. "Mereka mendapatkannya langsung dari pasar Tsukiji setiap pagi."
Lea mengangguk. Bagaimana ia bisa tahu bahwa toro adalah favoritnya? Apakah ini kebetulan, atau hasil dari penelitian latar belakangnya yang dilakukan Daniel? Entah mengapa, pikiran kedua terasa lebih mungkin.
"Bagaimana perkembangan modelmu tentang pola arus Indonesia?" Lea bertanya, berusaha mengarahkan percakapan ke jalur profesional.
"Sangat menjanjikan." Mata Daniel berbinar saat membicarakan pekerjaannya—sebuah antusiasme yang Lea akui autentik. "Aku mengembangkan algoritma baru yang memperhitungkan interaksi kompleks antara Arus Lintas Indonesia dan Arus Kuroshio yang kau teliti. Data dari BMKG menunjukkan korelasi yang kuat dengan teorimu tentang anomali suhu di perairan Jepang."
Daniel membuka laptop yang dibawanya, menampilkan serangkaian grafik yang terlihat familier bagi Lea. Namun, saat ia menjelaskan, pikiran Lea mengembara. Ia menemukan dirinya membandingkan—bagaimana Daniel berbicara tentang data dengan presisi teknis yang sempurna, sementara Rahmat akan berbicara tentang dampak manusiawi dari data tersebut. Bagaimana Daniel menampilkan grafik sempurna dengan warna-warna yang dipilih dengan hati-hati, sementara Rahmat akan menunjukkan foto-foto wajah manusia yang terdampak perubahan itu.
"Lea?" Suara Daniel menariknya kembali ke realitas. "Kau setuju dengan pendekatan ini?"
"Ah, ya. Sangat masuk akal," jawabnya cepat, meskipun tak yakin apa yang baru saja disetujuinya.