Profesor Watanabe tidak banyak bicara saat mengamati data terbaru yang disajikan Lea. Pria tua itu duduk dengan postur sempurna di belakang mejanya, kacamatanya memantulkan cahaya dari monitor komputer.
"Menarik," akhirnya ia bersuara. "Perubahan suhu permukaan laut ini lebih signifikan dari yang kita prediksi sebelumnya."
Lea mengangguk. "Ya, terutama di bagian selatan Kuroshio Current. Hampir dua derajat celsius di atas normal."
"Dan kau menghubungkannya dengan anomali di perairan Indonesia?"
"Ada korelasi yang kuat, ya," jawab Lea. "Berkat data dari BMKG Indonesia, kita bisa melihat bagaimana gangguan di Arus Lintas Indonesia berpropagasi ke utara dan akhirnya mempengaruhi Kuroshio."
Profesor Watanabe melepas kacamatanya, membersihkannya dengan saputangan yang dikeluarkan dari saku jas labnya. Gestur ini familier bagi Lea—sebuah ritual kecil yang selalu dilakukan mentornya saat sedang memproses informasi kompleks.
"Kau tampak... berbeda sejak kembali dari Indonesia," kata Profesor tiba-tiba, mata tuanya yang tajam menatap Lea dengan cara yang membuatnya merasa transparan. "Lebih hidup."
Lea mengerjap, terkejut oleh observasi personal yang tidak biasa dari mentornya yang sangat profesional. "Maksud Profesor?"
"Datamu tetap presisi seperti biasa," lanjut Profesor sambil memasang kembali kacamatanya. "Tapi ada sesuatu yang berubah dalam cara kau mempresentasikannya. Kau mulai berbicara tentang dampak manusiawi, tentang nelayan-nelayan di Indonesia dan petani di Jepang."