Tidak Ada Salju Di Sini

Aryasuta
Chapter #32

Dunia Berbeda - Potongan 8

Kamar itu remang-remang dengan tirai setengah tertutup. Di ranjang besar di tengah ruangan, seorang pria tua berbaring dengan beberapa bantal menyangga punggungnya. Tubuhnya yang dulu mungkin tegap kini tampak kurus, tapi matanya, mata yang sama dengan Rahmat—tetap tajam dan penuh kewibawaan.

"Assalamualaikum, Pak," sapa Rahmat lembut. "Saya membawa Lea untuk bertemu Bapak."

"Waalaikumsalam," jawab Abi, suaranya lemah namun tetap mengandung otoritas. "Masuklah, Nak."

Lea melangkah maju dengan gugup, merasakan tatapan Abi menilainya dari atas ke bawah. Ia telah berpakaian dengan hati-hati hari ini, blus lengan panjang berwarna pastel dan rok di bawah lutut, pakaian yang menurutnya cukup konservatif tanpa terkesan seperti berusaha terlalu keras.

"Selamat siang, Pak," sapanya dengan bahasa Indonesia terbaik, menundukkan kepala sedikit seperti yang diajari Rahmat.

"Jadi ini Lea Tanaka," kata Abi, matanya tidak meninggalkan wajah Lea. "Duduk, Nak. Biar kulihat perempuan yang telah mencuri hati putraku."

Lea duduk di kursi di samping ranjang yang ditunjuk Abi, sementara Rahmat berdiri di belakangnya seperti pengawal.

"Rahmat bilang kau peneliti perubahan iklim," lanjut Abi. "Seorang ilmuwan."

"Benar, Pak," jawab Lea. "Saya meneliti anomali pola salju di Tokyo dan kaitannya dengan perubahan arus laut."

"Anomali," ulang Abi, seolah mencicipi kata itu. "Penyimpangan dari pola normal. Hal yang tidak seharusnya terjadi."

Ada pesan tersirat dalam kata-katanya yang tidak luput dari perhatian Lea. Seperti anomali salju Tokyo, hubungan mereka pun anomali, penyimpangan dari pola yang diharapkan.

"Terkadang anomali mengungkapkan kebenaran baru, Pak," kata Lea hati-hati. "Membuka mata kita pada realitas yang tidak kita sadari sebelumnya."

Abi tersenyum tipis, senyum yang mengingatkan Lea pada Rahmat saat sedang menilai sebuah komposisi foto.

"Kau perempuan cerdas," katanya. "Tidak heran Rahmat tertarik padamu."

"Terima kasih, Pak."

"Bagaimana ibumu melihat hubungan kalian?" tanya Abi langsung.

Lea merasakan Rahmat menegang di belakangnya, tapi ia menjawab dengan jujur, "Dia khawatir, Pak. Seperti yang Bapak mungkin juga rasakan."

"Dan kenapa dia khawatir, menurutmu?"

"Karena dia mencintai saya dan ingin yang terbaik untuk saya. Karena baginya, iman adalah fondasi penting dalam kehidupan. Karena dia khawatir saya akan kehilangan arah atau menghadapi kesulitan yang tidak perlu."

Lihat selengkapnya