Malam di Tokyo semakin dingin seiring berjalannya musim gugur. Lea meringkuk di balik selimut, merasakan mual yang telah menjadi teman setia, sensasi yang tidak cukup kuat untuk membuatnya muntah, tapi cukup untuk mengganggu tidur. Di sampingnya, Rahmat berbaring telentang, napasnya teratur namun matanya terbuka, menatap langit-langit dalam kegelapan.
"Kau tidak tidur," bisik Lea, menyentuh lengan suaminya.
"Tidak bisa," jawab Rahmat, menoleh ke arahnya. "Terlalu banyak yang kupikirkan."
"Ibumu?"
"Dan ayahku. Keluargaku," desah Rahmat. "Aku sudah memberitahu mereka tentang kehamilanmu."
Lea merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. "Bagaimana reaksi mereka?"
"Senang, tentu saja. Ibu sangat gembira," jawab Rahmat tersenyum tipis. "Ayah... dia bertanya banyak hal."
"Tentang apa?" Lea sudah tahu jawabannya, tapi tetap bertanya.