Beautician berseragam merah muda sedang menyelipkan logam pipih seukuran telapak tangan ke bawah punggung seorang pasien yang sedang berbaring. Namanya Ibu Kristin. Perempuan itu susah payah mengangkat tubuh bongsornya yang berat. Setelah memastikan ground plate terpasang dengan benar, beautician berpaling pada Raina. “Pasiennya sudah siap, Dok.” Dia lalu menutup tirai yang mengelilingi ranjang perawatan.
Raina mendekati mesin radiofrekuensi abu-abu metalik ramping setinggi pinggang seraya melangkahi kabel yang berseliweran di sekitarnya. Sementara menunggu beautician membalurkan krim lengket pada permukaan perut Ibu Kristin yang bergelambir, Raina memasang handscoon dan menyapa. Matanya memperhatikan area itu dengan lekat. Aroma wangi kelapa dan vanili dari krim tidak berhasil menambah nilai estetika lemak yang tersembunyi di sana. Sekalipun Ibu Kristin menjalani perawatan satu jam penuh dan tentu saja melanggar protap, hasilnya sudah jelas. Perempuan itu butuh permak besar-besaran.
Raina menyetel tombol frekuensi ke tingkat maksimal, lalu dia memijat-mijat area perut Ibu Kristin dengan alat khusus yang disebut probe. Bentuknya bulat pipih sebesar telapak tangan bayi. Segera saja kulit tersebut merah merona terpapar kehangatan yang terpancar akibat gelombang elektromagnetik.
“Kok panas, ya, Dok?” Terdengar celetukan di sela-sela terapi. Baru sepuluh menit berjalan, tetapi Ibu Kristin kelihatannya mulai tidak nyaman. Beautician melirik ke arah Raina penuh arti.
“Oh, ya?” Raina berhenti sejenak untuk menurunkan besaran frekuensi. “Saya kurangi, ya, Bu. Bilang kalau masih terasa panas.”
“Cantik itu memang sakit, sih, Dok.” Ibu Kristin malah terkekeh miris seakan meratapi nasib. “Saya kepingin punya badan ramping kayak Dokter.”
Raina meneguk ludah merasa bersalah karena sempat menghakimi Ibu Kristin berdasarkan tampilan fisik semata. Empatinya pun tumbuh. Sebetulnya, solusi awal yang dibutuhkan Ibu Kristin adalah mengubah pola pikirnya yang kurang tepat. Bagaimana cara Raina mengedukasi perempuan tersebut? Meyakinkan Ibu Kristin bahwa bentuk tubuh seseorang sudah diatur secara genetik.
“Dokter perawatan juga?”
Raina menghela napas seraya berbalas pandang dengan beautician di sampingnya. “Iya.” Dia terpaksa berbohong sedikit. “Tapi, saya juga jaga makanan dan menyempatkan diri untuk olahraga setiap hari.” Betul. Raina pulang pergi antara indekos dan klinik hampir satu kilometer dengan berjalan kaki. Itu belum termasuk naik turun tangga tiga lantai jika ingin salat di musala. Tidak ada hari libur selama masa training. Hari Minggu adalah puncak pelayanan pasien dan klinik buka hingga malam. Dia nyaris berkegiatan nyaris 24 jam setiap hari. Bahkan, kalori Raina terbakar hanya dengan mengerjakan perawatan saat ini.
“Oh, begitu …. Jadi, saya bisa kurus, ‘kan, Dok?”
Meskipun baru terjun di dunia kecantikan, Raina mendapati bahwa dia sering menerima pertanyaan semacam ini. Pertanyaan dari klien yang menaruh harapan besar, berharap tubuh mereka akan disulap menjadi ideal usai menjalani perawatan. Bahkan, harapan berlebihan dari pasien mulai terasa momok baginya. Raina menimbang apakah dia akan bicara jujur? Sekarang dia ditemani oleh seorang beautician senior kepercayaan Dokter Carissa. Jika Raina salah berucap, maka bisa saja dia akan terseret masalah.
Seakan mampu membaca arti tatapannya, sang beautician menggeleng padanya dengan mata membulat untuk mengancam.
***
Ibu Kristin kelihatan jauh lebih baik secara emosional setelah menjalani perawatan lemak tubuh. Tidak hanya radiofrekuensi, tetapi Raina berhasil meyakinkan perempuan itu untuk melakukan serangkaian terapi yang menghabiskan waktu hingga tiga jam penuh. Beautician yang turun tangan sampai menyeka keringat akibat lelah, tegang, sekaligus dehidrasi. Raina tidak ambil pusing. Selama Ibu Kristin puas, maka dia juga puas.
“Untuk menilai seseorang gemuk atau tidak, kita menggunakan indeks massa tubuh, bukan dari bentuk atau berat badan semata. Caranya dengan mengukur rasio antara berat dan tinggi badan, jadi hasil perhitungannya lebih proporsional.” Raina menjelaskan seraya mengantar Ibu Kristin ke lobi.