Tidak Apa-apa Tidak Sempurna

Ravistara
Chapter #8

Sang Legenda

Raina baru selesai mandi dan bersiap-siap pukul setengah delapan. Sarapan nanti akan dia beli saja dalam perjalanan. Ada warung tegal dekat indekos yang menjual paket komplet murah meriah–goceng sudah dapat nasi porsi besar, lauk, sayur, dan saus kacang. Raina sudah sangat-sangat terlambat pagi itu, maka dia pun tidak ambil pusing ketika Yenni, Elly, dan Amanda kemungkinan berangkat duluan. Raina memang telah terbiasa tanpa kehadiran mereka. Terutama setelah Amanda mengatakan sesuatu yang egois malam tadi hingga Raina merasa murka. Sudah terlalu banyak kebencian dalam dirinya. Dia butuh waktu untuk pulih dari krisis kepercayaan ini. 

Setibanya di klinik, tak urung rasa heran mendera Raina karena tempat itu tampak lengang tanpa geliat berarti. Sejurus kemudian, perhatiannya tertuju pada layar televisi yang menempel di dinding. Dia melihat Dokter Carissa sedang tampil di layar kaca. Barulah Raina sadar bahwa dia telah ketinggalan sebuah momen penting. Hari itu adalah acara promosi klinik di stasiun TV lokal, Dokter Carissa yang jadi bintang tamunya. Yenni, Elly, Amanda, serta beberapa beautician senior dipilih untuk mendampingi, katanya. 

“Dokter Carissa memang the best, yah.” Ayu menceloteh di sisi Raina yang masih berdiri menatap layar televisi. “Dokter enggak ikutan talking show?” Pertanyaan Ayu menyudutkan Raina tanpa sadar. Pasti karena hijabnya. Mereka pasti tidak ingin Raina terpublikasi di televisi sebagai bagian dari Rumah Cantik Kartika.

“Semua orang ada di sana, ya, Mbak? Makanya sepi.” Raina berujar getir. Ayu malah tersenyum. “Iya, Dok. Pak Gege sama Ibu Lilian juga ikut.”

Bibir Raina tertarik kaku. Bagus, semua orang ada di sana, kecuali dirinya. Namun, Raina memang tidak senang terekspos. Ketidakhadirannya justru lebih baik untuk semua orang, bukan?  

“Dokter enggak usah khawatir. Cuma Dokter Carissa dokter senior yang dikirim ke stasiun TV. Dokter yang lain hadir seperti biasa. Oh, ya. Hari ini, dokter kesayangannya Dokter Kartika balik dari dinas luar. Dokter Raina pasti suka sama orangnya.”

Uh, dokter senior lagi. Kesayangan pemilik perusaahaan, pula. Raina sama sekali tidak mampu menebak orang seperti apa yang Ayu bilang bakal dia suka. Tidak penting untuk disukai atau menyukai siapa saja sekarang. Dia hanya ingin lulus training. Selamat tanpa insiden apa pun.  

“Saya masuk dulu, Mbak. Panggil saja kalau ada pasien, ya.” Raina pamit menuju basecamp yang berada di sisi lain lobi, berdekatan dengan ruang makan beautician dan penatu, tetapi Ayu berkeras menemani. 

“Kapan lagi saya bisa leyeh-leyeh begini, Dok,” ujarnya. Karyawan front desk satu ini memang jujur sekali padanya dan tidak melewatkan kesempatan untuk bersantai sejenak. Ayu mendelegasikan tugasnya pada karyawan lain di depan. Keputusannya tidak sia-sia. Ketika mengekor di belakang Raina yang membuka pintu basecamp, Ayu langsung menjerit kencang. “DOK PEEET!” Raina sampai menutup kedua telinga dan meyakinkan diri bahwa dia tidak salah dengar.

“Kejutan, semuanya!” 

Seorang lelaki sedang duduk di ruang sempit tersebut. Dengan santainya, dia bertopang kaki di tepi meja. Dalam sekali lihat, Raina bisa tahu bahwa lelaki itu berperawakan di atas rata-rata, mungkin lebih jangkung dari Dokter Kartika. Sepasang matanya berseri bagai langit yang cerah. Senyumnya apalagi, menyilaukan mata siapa pun yang terkena sasaran. Intinya, lelaki ini sangat menawan. Dari snelli yang berada di pangkuannya, koneksi saraf dalam otak Raina langsung bekerja cepat. Pasti inilah dokter kesayangan klinik yang Ayu maksud. 

“Dokter Petra kapan datang? Kok mendadak muncul aja,” komentar Ayu semringah.

“Lewat belakang tadi, Yu. Kayak enggak kenal aja. Kita, ‘kan, pejuang backstreet.” Keduanya tertawa lepas. Kemudian, sepasang mata lelaki itu melebar kala tatapannya jatuh di wajah Raina. 

“Hai, kamu pasti Raina, ya? Kenalin … Petra.”

Raina pasti tidak mampu menyembunyikan reaksi di wajahnya saat lelaki itu menyebut namanya tanpa ragu. Momen kebingungan yang sama saat pertemuan pertama dengan Pak Anugerah seakan terulang. Raina harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka pasti bisa langsung menebak identitasnya lewat hijab yang dia kenakan, bukan karena wajahnya yang sudah pasti tidak mirip artis terkenal. 

Lihat selengkapnya