Tidak Apa-apa Tidak Sempurna

Ravistara
Chapter #9

Miskomunikasi

“Kok kita jadi ikut-ikutan dipanggil, sih?” Amanda mengeluh kesal. Kata-katanya bagai palu yang menghantam punggung Raina karena dia berjalan belakangan di antara mereka berempat. Elly berjalan di depannya sambil ngos-ngosan. “Nanti aja ngomongnya, bisa? Capek, tahu, dari stasiun TV naik tangga mulu.”

“Iya, nanti juga dikasih tahu sama Pak Anugerah kenapa kita dipanggil.” Yenni ikut bersuara.

“Sepatu baruku jadi rusak.” Elly menunduk meratapi sepatu kesayangannya yang dia beli penuh perjuangan. 

“Sepatu baru kamu bawa sial, El. Copot saja!” Amanda mendahuluinya.

 “Eh, tunggu, dong! Kenapa kamu jadi marah ke aku?” Elly memprotes. Namun, Raina tahu bahwa kekesalan Amanda sebenarnya lebih ditujukan kepadanya. Mereka saling berhadapan di bordes. “Kamu punya masalah apa, sih, sama Pak Anugerah sampai menyeret kami bertiga? Sebelum ada kamu …, aku, Elly, dan Mbak Yenni baik-baik aja.”

“Udah, dong, Man. Nanti saja bicaranya.” Yenni menengahi hingga dia jadi sasaran berikutnya. 

“Mbak Yenni merasa enggak ada yang salah sama dia? Kalau kita diam saja, kita bakal terlibat masalah terus.”

“Enggak ada gunanya bicara sekarang, Man. Aku juga enggak tahu. Aku minta maaf karena kalian terlibat.” Raina sungguh-sungguh menyesali keadaan mereka saat itu. 

“Udahan, yuk! Daripada berdebat di sini, kita siapin amunisi dulu.” Ketegangan mereda sementara ketika Yenni dan Elly mengeluarkan peralatan tempur berupa bedak, perona, dan lipstik dari saku snelli. Berdua mereka merapikan riasan sambil berkaca pada cermin yang menempel di dinding. Para karyawan memang wajib menampilkan visual terbaik setiap saat, sehingga detail seperti cermin memang mudah ditemukan di tiap sudut Rumah Cantik Kartika. Mau tak mau, Amanda mengikuti jejak keduanya. Hanya Raina yang masih berdiri kebingungan karena tidak punya persiapan khusus seperti tiga rekannya. Dia yang paling sulit beradaptasi di tempat ini. Namun, mereka benar. Dia teringat pada wejangan Dokter Carissa untuk membaur atau bakal tertimpa masalah. 

Raina kemudian melakukan koreksi sebisanya; mengusap minyak di wajah agar tidak terlalu mengilap, membasahi sedikit bibir dengan lidah, serta memperbaiki tepi kerudungnya yang agak meleyot ke kiri. Sambil mengoleskan lipstik dan merapikan poni, Yenni dan Elly melirik prihatin, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Meminjamkan kosmetik sama saja dengan berbagi kuman-kuman di wajah. 

Setelah ritual bercermin selesai, Amanda memimpin mereka tanpa aba-aba. Yenni dan Elly menyusul di belakangnya, sedangkan Raina tidak ingin terburu-buru. Dia menarik napas berulang kali sebelum menjulurkan tangan ke arah pintu yang mengayun tertutup. Raina lantas menyembunyikan diri di belakang Amanda yang bertubuh paling jangkung di antara mereka. Menyadari hal tersebut, Amanda seakan tidak rela, lantas mengekspos keberadaan Raina dengan bergeser ke samping. Pak Anugerah langsung menangkap sosoknya dari seberang ruangan. Raina menyesal karena tidak menggunakan lipstik berminyak karena bibirnya kini terasa kering bagai gurun padang pasir. 

 “Dokter-dokter trainee, tolong kemari!” Pak Anugerah memberi isyarat agar mereka mengikutinya keluar pintu yang mengarah ke balkon. Tempat itu adalah taman kecil di atas atap. Sebatang pohon kamboja hias menjulang di sampingnya. Dahan pohon itu agak menjorok ke balkon dan menjadi kanopi. Di sepanjang pagar, pot-pot kecil tanaman bonsai berjajar rapi dan ada beberapa pot gantung di pojok yang melengkapi. Raina membayangkan Pak Anugerah menikmati kemewahan ini setiap hari. Lelaki itu sekarang duduk di pinggiran sofa dengan menekuk satu kaki, sementara mereka dipersilakan untuk menempati satu sofa panjang di seberangnya. Pak Anugerah kemudian memandangi mereka satu demi satu. Ketika tatapannya mendarat di wajah Raina agak lama, suasana menjadi tidak nyaman. 

Pak Anugerah menengok arloji di tangannya sebentar sebelum bicara serius. “Saya memanggil kalian semua ke sini untuk berdiskusi karena ada masalah komunikasi yang harus kita selesaikan secepatnya, Dokter Yenni, Elly, Amanda, dan … Raina.”

Tatapan Pak Anugerah kembali ke Raina penuh arti. Raina tahu bahwa kunci masalahnya pasti ada pada dia, tetapi lelaki itu tidak perlu melakukannya setiap waktu. Jujur, Raina merasa terganggu. 

“Masalah komunikasi seperti apa yang Bapak maksud? Saya merasa sudah bekerja dengan hati-hati agar tidak ada miskomunikasi dengan para beautician.”

Lihat selengkapnya