Lelaki itu duduk dalam kegelapan. Wajahnya pias oleh berkas cahaya yang datang dari luar jendela, sedangkan di tangannya tergenggam sekaleng bir yang dipandangi dengan rasa hampa. Baru saja bibirnya menyentuh pinggiran tutup kaleng, api seakan menyambar lidah. Sensasi itu pun menariknya ke momen canggung bersama seorang perempuan. Dia masih ingat pada sorot mata yang menusuknya tepat di ulu hati dan berhasil mengusik ketenteraman yang dia bangun sejauh ini. Nasib memang tidak berubah, hanya waktu yang beranjak perlahan. Eksistensi dirinya pun kian meragukan. Satu kaleng bir mungkin mampu mengelabui pikiran bahwa dunianya baik-baik saja. Namun, tetap saja di luar sana tiada tempat bagi seorang pengecut seperti dirinya.
Pelan tapi pasti, dia akan menghadapi kenyataan, dan mabuk daratan hanya menipu indranya untuk sementara. Dia pun berjalan menuju wastafel untuk membuang seluruh isi kaleng, lalu melemparnya ke tong sampah. Namun, dia tidak mampu membuang kenangan pahit yang membekas. Kenangan bersama perempuan tadi dan perempuan lain yang justru membuatnya terikat. Sang nenek. Entah kapan, dia pernah mendengar sebuah nasihat bahwa setiap permasalahan hidup ada jalan keluar. Setiap jalan keluar ada kuncinya. Dia hanya harus mencari pemilik kunci tersebut. Sampai di sinilah perdebatan menemui persimpangan.
“Kenapa manusia diciptakan berbeda-beda, Nek?” tanya jiwa mudanya penuh kegelisahan. Tak sanggup dia jabarkan betapa rumit situasi yang membelit dirinya waktu itu. Cinta pada keluarganya sedang diuji oleh perbedaan iman. Namun, jawaban sang nenek malah membuatnya kian hilang harapan.
“Karena segala sesuatunya tidak terlepas dari ketentuan Allah, Mas. Sebagai Sang Pencipta, Dia berkehendak berbuat apa saja pada makhluk-Nya.”
“Termasuk memisahkan kasih sayang nenek dan kami?”
Meskipun ada luka menganga, sorot mata sang nenek yang layu dimakan usia tetap berbinar. Keyakinan perempuan itu terpancar kuat hingga menembus relung hati.
“Kasih sayang Allah tidak terbatas, tetapi cara kita menafsirkannya yang berbeda-beda, Mas. Suatu hari, jika Mas sungguh-sungguh mencari jawabannya, insyaAllah akan ketemu.”
“Ketemu apa, Nek?” cecarnya penasaran.
“Peristiwa yang akan membuat Mas sadar. Bahwa, tidak ada tempat yang kita tuju, kecuali Dia. Tidak ada jawaban yang kita cari, kecuali salah dan benar.”
“Kenapa bisa begitu, Nek?”