Raina memindai seisi klinik dengan cepat. Pagi ini, dia belum mendapati tanda-tanda kehadiran Pak Anugerah. Raina mungkin kurang kerjaan jika hanya ingin menikmati semilir angin surga yang berembus dari tubuh lelaki itu. Sudah Raina putuskan, hari ini dia akan kembali mencegat Pak Anugerah, lalu menanyakan merek parfum yang lelaki itu pakai.
Hati Raina berdebar menyenangkan ketika melihat sosok yang dinanti akhirnya muncul juga di balik pintu depan. Namun, belum sempat niat Raina untuk menyapa lelaki itu terlaksana, suara Dokter Petra melecut dirinya.
“Raina, siapkan bilik perawatan wajah sekarang. Nanti pasien saya mau datang.”
“Sekarang, Dok?” Ekor mata Raina melirik pada Pak Anugerah yang kini bergerak menaiki tangga. Kenapa Dokter Petra selalu menjegal rencananya di saat yang salah?
“Kapan saya bilang besok? Ya, sekaranglah!”
“Dokter enggak perlu marah-marah juga kayak kena PMS ….” Raina menggerutu seraya berlalu. Haluannya kini berganti arah ke ruang yang dimaksud lelaki itu.
Sebagai salah satu perempuan penghuni Rumah Cantik Kartika, Raina sadar bahwa dirinya adalah anomali di tengah mayoritas pengagum Dokter Petra. Selama bertahun-tahun, Dokter Petra adalah sosok yang paling banyak dibicarakan. Baik karyawan maupun pasien, semua perempuan menyukainya. Sampai Raina datang. Gadis itu terpaksa melayani sang dokter dengan setengah hati dan semua ini berkat siapa?
Titah dari Pak Anugerah.
***
“Kamu enggak usah pegang konsultasi pasien yang itu. Rambutmu aja bentuknya enggak jelas!”
Bahu Raina naik turun mendengar ucapan jahat Dokter Petra barusan. Sejak dulu, bukan Raina yang memilih pasien. Dia hanya diserahi menurut pengaturan front desk dan Dokter Carissa. Dokter Petra tidak berhak untuk menyabotase tugasnya.
“Baiklah, terserah Dokter Petra. Tapi, saya akan bilang pada Dokter Carissa jika bukan saya yang menolak pasien ini.”
“Kamu mengancam saya?”
“Kenapa Dokter Petra enggak ngomong langsung ke Dokter Carissa? Dokter enggak berani?” tantang gadis itu. Dokter Petra pasti tahu alasan Raina lebih kuat, maka lelaki itu melepaskannya. Namun, tiba-tiba dia berubah pikiran.
“Diam di situ, Raina!” Dokter Petra lantas bersedekap seraya menghalangi jalannya.
“Saya ditunggu pasien, Dok ….” Raina berucap gemas. Dia tahu jika Dokter Petra sedang berusaha merebut pasien yang dia tangani sekarang. Pasien itu adalah pasien setia yang rela menggelontorkan uang tidak sedikit demi perawatan, terutama jika konsultannya pandai merayu.
“Kalau saya beri tahu sebuah rahasia klinik, apakah kamu mau kita kerja sama?”
Penawaran Dokter Petra sungguh tidak biasa, terdengar mencurigakan, dan, jujur … Raina penasaran. Namun, akal sehatnya masih bekerja.