Tidak Apa-apa Tidak Sempurna

Ravistara
Chapter #28

Pengakuan

Rinai air yang lebat dengan derau menulikan telinga seakan mengungkung mereka, hingga Raina tidak bisa lari ke mana-mana. Ada ibunya yang bergeming di depan pintu, sementara Pak Anugerah berdiri tidak jauh dari sisinya. Raina gugup luar biasa tatkala Ibu memandang ke arah lelaki itu penuh tanda tanya.

“Kalau ada tamu, kenapa tidak disuruh masuk, Rain? Siapa?”

Raina tergemap tak mampu menjawab. Andai dia bisa kabur ke ujung dunia untuk menghindari pertanyaan tersebut. Namun, Raina hanya mencuri pandang ke arah Pak Anugerah yang ternyata juga sedang menatap ke arahnya. Seketika lutut Raina goyah karena lelaki itu tersenyum padanya–untuk pertama kali setelah sekian lama Raina menantikannya. Raina tidak paham arti di balik senyuman Pak Anugerah, tetapi saat itu perasaannya seolah terkoneksi dengan lelaki itu, seakan-akan waktu berhenti dalam memori yang tak ingin beranjak selamanya. Perasaan itu sungguh nyata. 

Andai tidak ada Ibu di sini, Raina tentu akan meleleh sekarang. Namun, nuraninya seketika menegur. Masih ada Yang Mahamelihat, meskipun Raina bisa menipu semua makhuk. Dia tidak boleh terus larut terhanyut dalam cinta yang tidak semestinya. 

“Raina?”

Raina berpaling dan mendapati ketidaksenangan di wajah ibunya. 

“Kenapa kamu diam saja?”

Gadis itu terperanjat. Di antara sekian banyak hal tentang ibunya, Raina amat menakuti ketajaman naluri perempuan yang melahirkannya tersebut. Selalu saja Ibu mampu mengendus ketidakwajaran yang terjadi pada sang putri. 

Ingin rasanya Raina berbohong dan menggeleng. Namun, Pak Anugerah tidak sebodoh itu mengabaikan situasi ganjil yang melingkupi mereka. Apalagi ketika Raina malah tertunduk makin dalam lantaran disorot oleh perempuan di hadapannya. 

“Permisi, Bu. Apakah Ibu adalah ibunya Raina?”

Sang pimpinan HRD membuka obrolan. Raina menantikan momen selanjutnya dengan ngeri. 

“Ya, Raina adalah putri saya. Bapak siapa?”

Pak Anugerah yang ditanyai, tetapi malah Raina yang merasakan pipinya memanas. Sebutan bapak tadi mengesankan perbedaan usia antara dirinya dan Pak Anugerah. Sebaliknya, lelaki itu mengangguk hormat pada ibunya. Tanpa diduga, Pak Anugerah bahkan maju dan menyalami dengan mencium tangan ibu Raina. Kedua perempuan itu sama-sama terperanjat. 

“Saya utusan dari perusahaan kecantikan di Surabaya. Tapi, kedatangan saya ke sini bukan atas nama perusahaan. Nama saya Anugerah, Bu.”

Ya Allah, Raina ingin tenggelam ke dasar bumi dan tidak ingin muncul lagi ke permukaan. Dia menunggu kemurkaan ibunya meledak sewaktu-waktu. Raina bisa melihat kedutan di bibir sang ibu yang melambangkan ketidaksetujuannya terhadap lelaki ini.

“Oh, jadi Bapak yang pernah diceritakan oleh putri saya.”

“Bu ….” Raina merasakan pipinya makin panas hingga berkobar. Pak Anugerah menoleh heran, tapi dia mengalihkan pandangan ke tempat lain. “Raina sedang berusaha menyelesaikannya. Tolong, Ibu percaya Raina.” Gadis itu setengah berbisik mendekati sang ibu, berharap perempuan itu tetap berkepala dingin. Sekaligus mengingatkan bahwa Raina masih ingat akan janjinya untuk melepaskan perasaannya terhadap Pak Anugerah.

Lihat selengkapnya