“Saya lahir dan dibesarkan sebagai nonmuslim.” Pak Anugerah membuka kisah masa lalunya dengan tenang. “Keluarga kami sempurna. Ayah dan Ibu saya saling mengasihi. Mereka berhasil mendidik kami hingga saya dan kedua adik perempuan saya kuliah ke luar negeri. Kami bertiga sama-sama menekuni profesi lawyer. Mereka bergabung ke firma hukum, tapi saya lebih senang mengambil risiko dengan berkecimpung di bisnis kecantikan. Itulah sebabnya saya sekarang ada di jajaran HRD sekaligus merangkap penasihat hukum perusahaan.“
Pak Anugerah memutus ceritanya sejenak ketika mendapati reaksi Raina yang langsung beringsut menempeli kursi. Profesi pengacara dan dokter memang dikenal tidak diakur. Setelah latar belakang Pak Anugerah ketahuan, gadis itu kini seolah paham alasan di balik antipatinya terhadap lelaki itu selama ini. Astaga, Raina tidak menyangka sama sekali jika dia akan jatuh hati pada seorang pengacara, profesi yang sewaktu-waktu bisa menyeret seorang dokter–yang sedang khilaf–ke pengadilan kode etik.
“Lalu, sejak kapan kamu mualaf?” Ibu memutus kontak mata keduanya, hingga situasi canggung sejenak. Pak Anugerah menghela napas panjang.
“Sebetulnya, sudah lama. Sebelum saya bekerja di perusahaan. Tapi, terus terang saya bukan muslim yang taat. Saya masih sembunyi-sembunyi dari keluarga dan lingkungan kerja,” tutur Pak Anugerah jujur lantas mencubit hati gadis itu. Ibu tampak tidak senang.
“Kenapa kamu bimbang? Kamu setengah-setengah saja menjalani keyakinan? Bukankah kamu bilang tadi keyakinan bukan sesuatu yang pantas untuk dipermainkan?”
Kalimat keras dari Ibu membuat sepasang bola mata jernih milik Pak Anugerah mengerjap. Raut bersalah tampak jelas di wajahnya. “Ya, saya memang masih goyah karena keluarga saya sangat keras, terutama ayah saya. Tapi, saya kini sudah mengambil keputusan untuk serius mendalami Islam.”
“Kamu tulus atau hanya berusaha mengambil hati putri saya?”
“Inilah yang saya takutkan.” Pak Anugerah kembali menghela napas nyaris terdengar putus asa. “Saya takut jika keputusan saya saat ini akan disangkutpautkan dengan hubungan kami karena kami sebetulnya tidak terlibat hubungan apa-apa.”
“Belum, tapi akan terjadi jika kamu mengaku muslim, bukan?”
“Bu ….”
“Biarkan Ibu bicara, Raina.”
Bibir Raina langsung terkatup rapat.