Pak Anugerah sedang berbincang serius dengan Dokter Kartika. Menyadari keberadaannya, lelaki itu lantas menggerakkan kepala sebagai kode untuk menunggu di luar. Raina putuskan untuk langsung ke mobil saja. Dia lantas menyesal ketika sadar belum sempat meminta kunci mobil, sementara ada masalah menuju dirinya. Dokter Petra keluar dari bangunan klinik bergaya retro, lalu menyeberang jalan ke Rumah Cantik Kartika Pusat.
“Halo, Raina. Tumben sendirian.”
Punggung Raina merapat ke mobil dengan tegang. Lelaki itu tampaknya makin percaya diri setelah berhasil membuka klinik kecantikannya sendiri. Dokter Petra bahkan tanpa malu-malu meniru konsep pelayanan Rumah Cantik Kartika. Meskipun sempat diguncang badai, semua orang kini tengah beradaptasi. Tahun ini adalah momen persaingan pertama antara klinik mereka dan Dokter Petra untuk saling berebut pelanggan di minggu anniversary yang sama. Luar biasa.
“Dok Pet enggak sekalian sowan ke Dokter Kartika di dalam?” balas Raina gemas.
Tawa lelaki itu pecah. “Males. Saya cuma mau say hello sama kamu. Sebentar lagi, Dok Cariss katanya juga mau resign nikah, ya? Apa kamu mau pindah ke tempat saya aja? Kami menang banyak pasien anniversary kemarin.” Dada Dokter Petra membusung bangga.
“Sukses buat usahanya, Dok. Tapi, pacar Dokter di Jakarta apa kabar?”
Senyum Dokter Petra pun menghilang. Sudah bukan rahasia jika kesuksesan tersebut meminta tumbal hubungan asmaranya. Mungkin sindiran Raina terlalu kejam, tapi lelaki itu mesti dilempar pada kenyataan.
“Kamu sendiri apa kabar setelah nikah sama om-om? Tahu-tahu membelendung jadi balon.” Dokter Petra sengaja ingin membuat Raina marah, tapi perempuan itu malah berseri-seri. “Habis, mau gimana? Enak, sih ….”
Dokter Petra pun mendengkus dan tertawa hambar. “Itu karena kamu belum coba sama yang muda.”
“Cobain apa, Dok?”
Pak Anugerah muncul seraya menatap Dokter Petra tajam, lalu merangkul Raina erat. Kentara sekali atmosfer di antara keduanya memburuk. Raina sampai khawatir kedua lelaki itu bakal baku hantam.
“Mas, pulang, yuk. Udah gerah, aku mau buka baju.” Raina menempelkan pipi manja di lengan suaminya. Pak Anugerah tersenyum, lantas membimbingnya masuk mobil. Pasutri itu seolah mengabaikan Dokter Petra yang masih ada di sana. Dari kaca spion, mereka tertawa melihat Dokter Petra yang mengibas snelli marah, lalu berbalik menyeberang jalan.