Tiga Bintang Paling Terang

Dann
Chapter #3

Antusias

Tahun 2011

Suara deru kendaraan mendominasi jalanan di depan rumahku, diikuti dengan teriakan ibu-ibu tengah menyoraki anaknya yang hari ini akan memulai hidup mandiri di taman kanak-kanak. Aku memandangi jendela penuh debu di ruang tamu, terpukau dengan suasana riuh di luar sana. Anak-anak yang menggendong tas dengan beragam motif lucu, mengenakan baju-baju bergambar kartun kesukaan mereka, bermain dengan teman sebaya, dan mulai belajar membaca di tempat yang sama.

Tak lama kemudian, jalanan mulai sepi. Pukul tujuh pagi, anak-anak itu sudah hilang di perempatan dekat rumahku, mulai memasuki wilayah taman kanak-kanak. Aku berjalan kembali ke ruang tamu, menyambar buku latihan membaca berwarna biru yang judulnya sudah menyatu dengan warna sampulnya, kemudian membaca dengan penuh semangat. Setelah ibu dan ayahku pulang nanti, aku akan membujuk mereka, kembali meyakinkan mereka kalau aku juga sudah bisa masuk TK.

“Ku-ku-ka-ki-ka-kek-ku-sa-ma-de-ngan-ku-ku-ka-ki-ka-kak-ku,” ucapku terbata-bata. “Hore! Aku bisa!” Aku melayangkan tangan ke udara. Itu adalah kalimat terakhir dari buku latihan membaca yang selama ini diajari oleh ayahku. Akhirnya buku itu berhasil kupelajari sepenuhnya.

Aku memberikannya kepada adikku yang masih berumur dua tahun, terserah ia akan menggunakannya untuk apa, yang penting jangan untuk mengelap air liur yang berkali-kali menetes di baju dalamnya.

Beralih ke buku latihan menulis. Aku bahkan belum memulainya di halaman pertama. Aku lemah dalam menulis, lebih suka membaca. Sudah ada dua buku latihan membaca yang telah kuhabiskan di umurku yang masih empat tahun. Namun masih banyak buku latihan menulis yang sama sekali belum kupegang. Kali ini, aku akan menghabiskannya.

Aku menyemangati diriku sendiri, mulai membuka halaman pertama dari buku latihan menulis. Terdapat panduan penulisan alphabet beserta bentuknya dengan garis putus-putus. Aku mulai menggerakkan pensil dan menebali garis tersebut mengikuti petunjuknya. Dalam hati, aku sangat yakin sore nanti saat ayahku pulang, aku sudah disetujui untuk masuk TK. Tiba-tiba, TV di depanku menyala. Bukannya ikut belajar setelah aku memberikannya buku latihan membaca, adikku malah bermain-main dengan remot TV. Kartun Spongebob Squarepants tampil di sana. Dengan segera aku merebut remot dari tangannya dan bersiap-siap untuk mematikan TV itu. Tapi pada akhirnya, aku malah duduk di dekat TV itu dan menikmati pertunjukan, melupakan semua misiku untuk belajar.

Waktu berjalan cepat hingga matahari kian berkelok ke arah barat. Pukul tiga siang, aku terbangun di kamar. Ibuku pasti sudah keluar lagi, pergi ke sungai untuk mencuci baju. Dengan cepat aku bangkit dan mengenakan baju seadanya, lalu keluar dari rumah dan menemui nenekku.

“Nek!” teriakku di teras rumahnya.

“Iya, kenapa, Ka?” Seperti yang kuduga, nenekku keluar dari rumahnya sambil membawa bak berisikan baju-baju kotor miliknya dan suaminya.

“Nenek mau ke sungai? Arka mau ikut boleh?”

“Adikmu terus gimana?”

Lihat selengkapnya