Tiga Bintang Paling Terang

Dann
Chapter #7

6. Wisuda

Tahun 2013

Pagi-pagi sekali, aku sudah terbangun. Alunan lagu di sebuah sekolah dasar dekat rumahku menggema di berbagai penjuru desa. Pagi ini, sebuah acara besar akan digelar di sana.

Aku membuka lemari baju lebar-lebar, mengeluarkan beberapa bajuku untuk dipilah. Sembari menikmati permen di mulutku, aku memeriksa satu persatu baju yang akan kupakai hari ini untuk acara besar itu. Tentu saja aku akan ikut berperan penting dalam acara itu. Hatiku terus saja berdebar hingga membuatku tidak bisa tidur. Aku harus tampil berkilau hari ini.

Ibuku berteriak dari dapur, memintaku untuk segera ke dapur dan sarapan bersama. Ayahku seperti biasa, akan segera berangkat bekerja di sawah, sedangkan ibu dan adikku akan ikut pergi ke acara tersebut.

Jam dinding rumah kami bergeming. Pukul tujuh tepat. Aku menggendong erat tasku, lalu menggandeng tangan adikku untuk keluar dari rumah, disusul dengan ibuku yang selesai mengunci seluruh pintu rumah. Kami lantas berjalan menuju tempat acara tersebut dilaksanakan. Jaraknya sekitar dua puluh meter, sangat dekat. Jika aku berlari dengan sangat cepat, akan sampai di sana dalam dua menit saja.

Selang beberapa saat, kami sampai di tempat. Ibuku langsung mencari tempat duduk di depan panggung, sedangkan aku berlari menghampiri teman-temanku tepat di samping panggung. Kami bersiap untuk tampil sebagai pembuka, dibantu dengan guruku.

Jantungku terus saja berdegup dengan kencang. Kepalaku penuh dengan bayangan yang sama sekali tidak kuinginkan. Bagaimana jika nanti aku lupa lirik lagunya? Bagaimana jika aku terjatuh saat mencoba menari dan berpindah tempat? Aku takut jika orang-orang menertawakan penampilanku. Kemarin malam aku memang sudah berlatih keras di depan keluargaku. Mereka memberikan sorakan yang sangat luar biasa dan membuatku percaya diri. Tapi sekarang, bukan satu-dua yang menonton. Lebih dari tiga puluh orang akan menyaksikan penampilanku.

Pukul delapan tepat. Salah satu guru dari madrasah yang menjadi panitia, naik ke atas panggung dan mulai menyapa para audien yang sudah datang. Orang-orang berlalu lalang, berebut tempat duduk paling nyaman di depan panggung, sisanya duduk di pelataran surau kecil di pojok halaman sekolah sambil menikmati hidangan yang disediakan panitia. Anak-anak bersorak gembira saat guru tadi memberitahu bahwa akan ada penampilan setelah ini.

Aku dan teman-temanku pindah ke belakang panggung. Wajah kami tegang seakan melihat hantu tepat di muka kami. Guru tadi akhirnya menyebut namaku, lantas turun dan mempersilakanku naik ke atas panggung. Dengan tangan gemetar, aku menaiki anak tangga, kemudian berdiri tepat di tengah panggung. Semua orang bertepuk tangan dan bersorak menyemangatiku, tak terkecuali ibuku.

Lagu yang akan kunyanyikan diputar, mengalun di berbagai sudut sekolah. Sorakan itu seketika berhenti. Para audien menunggu suaraku mengalun mengiringi instrumen yang diputar. Dalam hitungan ketiga, aku mulai bernyanyi. Mikrofon di tanganku terangkat tepat di depan bibirku, lantas suaraku keluar dan melafalkan setiap lirik lagunya.

Orang-orang kembali bersorak, bertepuk tangan dengan gembira. Aku terus bernyanyi, sesekali tersenyum sambil berjalan-jalan memutari panggung. Teman-temanku kemudian naik ke atas panggung dan berbaris di belakangku. Mereka kemudian menari sesuai irama lagu.

Sembilan bulan ….

Ibu mengandung ….

Dan melahirkan ….

Lihat selengkapnya