Tahun 2015
Bersamaan dengan rembulan yang bersinar terang, aku duduk di pelataran surau kecil TPQ, menghafalkan surah-surah dan hafalan mengajiku yang lain agar saat sesi tanya jawab nanti, aku tidak kebingungan. Malam ini aku akan lulus dari TPQ, menjadi satu-satunya anak kelas tiga yang lulus di antara anak-anak kelas enam lainnya. Setidaknya aku berhasil membanggakan ibuku.
Beberapa minggu lalu, aku sudah lelah dengan banyaknya tes dan ujian TPQ, berpindah-pindah daerah, berangkat pagi pulang malam dan esok harinya langsung sekolah, setiap malam sebelum tes selalu pendalaman materi bersama ustaz di rumahnya, dan akhirnya sekarang aku akan segera meninggalkan semua kesibukan itu.
Pukul tujuh malam, acara baru saja dimulai. Anak-anak dari jilid satu hingga jilid enam menampilkan penampilan terbaik mereka. Ada yang menari, menyanyi, tilawatil Qur’an, sampai dengan menghafalkan juz tiga puluh. Di gerbang TPQ, ramai anak-anak yang memaksa orang tuanya untuk membelikan mereka mainan, merengek sana-sini sambil menangis dengan keras. Biasanya orang tua mereka akan bilang besok saja, kemudian menyuruh mereka duduk di depan panggung untuk menyaksikan acara wisuda.
Lampu sorot menyala terang, mengarah tepat ke tengah panggung. Pembawa acara mulai menyebutkan nama wisudawan satu persatu. Namaku muncul paling awal. Aku berjalan pelan sembari mengangkat bagian bawah baju muslimku, berharap aku tidak terjatuh di depan banyak orang.
Beberapa hari yang lalu, kami sudah dilatih bagaimana cara kami naik ke atas panggung, mulai dari posisi badan sampai dengan bagaimana posisi duduk kami. Bahkan sore tadi kami juga melaksanakan gladi bersih. Beruntungnya aku memahaminya dengan baik dan dapat duduk dengan tenang di kursiku.
Semua wisudawan sudah naik ke atas panggung. Mula-mula, kami akan membacakan juz tiga puluh. Aku melafalkannya dengan saksama dan nyaring. Suara kami bercampur menjadi satu, renyah untuk didengar oleh para penonton. Tiga ustaz yang menjadi bintang tamu sekaligus orang yang akan memimpin kegiatan ini juga menyimak dengan saksama, siap menghentikan jika terdapat bacaan ataupun ayat yang salah.
Setelah urusan juz tiga puluh selesai, kami membacakan doa-doa harian yang sudah kami hafalkan waktu tes. Doa-doa harian menjadi syarat kelulusan. Mulai dari jilid satu, selain disuruh untuk belajar membaca, kami juga mulai dituntun untuk menghafalkan satu buku yang berisi kumpulan doa sehari-hari, mulai dari doa makan sampai dengan bacaan-bacaan dalam salat. Setelah itu, barulah kami sampai di dua materi terakhir, yakni tajwid1 dan gharib2.
Sesi tanya jawab akhirnya tiba. Jantungku semakin berdebar kencang. Satu persatu wisudawan ditanyai tentang pengetahuan mereka. Perempuan di barisan paling kanan dari arah penonton, ditanya soal tajwid yang terdapat pada salah satu ayat Al-Qur’an. Perempuan di sampingnya lagi ditanyai soal salah satu aturan dalam gharib. Sampai dengan laki-laki yang duduk tepat disampingku, ditanyai seputar doa masuk dan keluar kamar mandi.