Mataku berkedip beberapa kali. Sesekali kuusap untuk memeriksa sesuatu yang kulihat ini nyata. Sejauh mata memandang, yang kulihat hanyalah ruangan tanpa dinding dengan lantai putih bersih. Tak ada siapapun, atau bahkan apapun. Hanya ada diriku yang berdiri kebingungan di tengah kesunyian yang menghuni.
“Halo? Adakah orang di sini?” tanyaku pada udara yang lewat. Kuharap ada seseorang yang menyahut, namun nihil. Bahkan tanda-tanda kehidupan selain diriku, sama sekali tidak terlihat.
Aku mencoba melangkahkan kakiku untuk memeriksa sekitar, sesekali berlari untuk bekerja lebih cepat. Sayangnya itu sia-sia. Aku tetap kembali di tempatku berdiri tadi. Ruang ini seperti tak terhingga, atau memang semuanya terlihat sama.
Kakiku terus bergerak. Mataku berputar ke kanan dan ke kiri mencari jalan. Tolong, aku hanya ingin keluar dari ruangan aneh ini. Keringat berhasil berjatuhan di tengkuk leher dan sekujur tubuhku. Napasku tersengal setelah berlarian. Jantungku berdegup cepat hingga akhirnya aku jatuh terperenyak di lantai.
Kebingunganku benar-benar tidak terpecahkan. Bahkan sekarang bergabung dengan ketakutan yang merambat ke seluruh nadi.
Dari kejauhan, sebuah cahaya kuning terang pelan-pelan terlihat. Cahaya itu melayang di udara dan bergerak cepat ke arahku, tepat ke wajahku. Aku melindunginya dengan tangan sebelum benda itu menabrak, lantas memejamkan mata dengan erat. Namun saat kubuka kembali tameng itu, ruangan putih ini menjadi hitam. Di sekitarnya, bintang-bintang kecil berkedip, mengelilingi lantai, langit-langit, dan setiap bagian ruangan ini.
Bintang itu terus berkedip, membuatku bangkit dan menganga kagum. Indah sekali pemandangan ini. Aku sering melihatnya waktu kecil. Terkadang, ibu mengajakku untuk tiduran di teras rumah dengan pencahayaan minim dari bohlam lampu tua milik Nenek Utik. Ibu kemudian mengenalkanku pada beberapa rasi bintang yang ia tahu. Itu membuatku tidak percaya jika ia selalu menduduki peringkat tengah waktu SMA, hal itu kudengar dari Nenek Utik saat usiaku masih 6 tahun. Bagaimana bisa perempuan yang selalu menceritakan banyak informasi menarik saat aku kecil dulu tidak pernah menjadi juara kelas? Itu terdengar sangat mustahil.
Kini aku bisa melihat pemandangan indah itu lagi. Tak kusadari bahwa air mata menetes ke pipiku. Kenangan itu selalu melintas di kepalaku setiap kulihat bintang-bintang bersinar di langit malam.
Tiba-tiba, bintang-bintang itu bergerak pelan, seperti menuntunku ke suatu tempat. Aku mengikuti mereka dan mengekor sampai akhirnya mereka berhenti. Detik berikutnya, kucoba untuk membalikkan badan.. Pupilku membesar saat sebuah layang-layang berwarna abu-abu tanpa benang terbang tak terlalu tinggi di atas. Ketinggiannya tak sampai satu meter dari kepalaku, bahkan ada yang sejajar dengan bahu atau pinggangku. Saat kupegang salah satunya, sesuatu mencengangkan terjadi.
Layang-layang tersebut mengeluarkan cahaya kuning. Kemudian sebuah kenangan terlintas di kepalaku begitu cepat. Kenangan itu terlihat sangat jelas walau terasa hanya satu detik saja.
Kenangan pertama yang kulihat adalah saat usiaku enam tahun. Ibu selalu menyuapiku saat hendak pergi ke sekolah. Jika tidak, maka aku akan terlambat karena makanku sangat lamban. Terlepas dari aku yang merepotkan, ibu selalu menampilkan senyumnya yang bahagia, serta candaannya yang kutanggapi dengan tawa lebar. Kenangan itu terlintas begitu saja dan membuatku meneteskan air mata.