Kini awal tahun yang sulit untuk Alea, Alea harus berjuang dengan mami, walau untuk mencari sesuap nasi untuk hari ini. Memang mami berasal dari keluarga berada. Tapi mami dan papi dulu saat menikah ada satu pertentangan dari keluarga. Keluarga mami tidak merestui, karena tahu bagaimana bibit, bobot dan bebet papi saat muda. Dan kini oma dan opa pun sudah meninggal. Jika untuk bertahan hidup meminta bantuan kepada keluarga jauh jelas hal itu sangat tidak mungkin.
Semakin hari ke hari, papi tidak pernah pulang ke rumah walau hanya untuk menjengukku. Beliau telah lupa dengan janjinya dulu, untuk memberikan nafkah untukku. Janji tinggal janji, bahkan rasa rindupun papi tidak ada untukku.
"Ya Allah, apakah Papi lupa dengan Alea? Apa papi tidak rindu dengan Alea?"
Malu tidak malu, ikhlas atau tidak pun aku harus membantu mami menjual kue basah. Setiap pulang sekolah, aku membantu menjajakan daganganku. Sama dengan hari ini, aku berjalan dari rumah, berkeliling kampung menuju pasar. Aku harus jalan lebih jauh, karena penjualan tidak selaris biasanya. Walau di guyur hujan gerimis, aku harus berjuang dan berjualan, kasihan mami di rumah jika kueku tidak laku.
Saat menyusuri pasar, aku lihat lelaki yang sangat mirip papi dari kejauhan. Tampaknya ia berjalan menuju salah satu toko di sana. Aku pun berjalan, mendekat untuk memastikan.
"Astaga iya, itu Papi."