Tiga Dewa dan Rahasia Pantai Sasah

Adri Adityo Wisnu
Chapter #1

Chapter 1

Libur telah tiba! 

Datangnya hari libur adalah kabar kedua terbaik bagi semua anak sekolah. Kabar terbaik pertama adalah ketika petugas tata usaha atau guru kelas memberi kabar bahwa hari itu mereka akan pulang lebih awal. Kenapa libur sekolah menjadi kabar terbaik nomor dua? Karena sebelum libur sekolah mereka harus melewati sepekan penuh penderitaan dan kurang tidur yang dijuluki sebagai “Ulangan Kenaikan Kelas” yang biasanya diikuti dengan siksaan lainnya yang hanya ditujukan bagi siswa-siswa yang kurang beruntung, namanya “Pekan Remedial.”

Setelah melalui dua minggu yang menegangkan itulah akhirnya para siswa berhak mendapatkan libur. Berbeda dengan kabar pulang cepat yang biasanya diumumkan secara tiba-tiba, kecuali kabar itu bocor duluan, sehingga para siswa lebih senang dan bersemangat ketika mendengarnya. 

Seperti yang sudah-sudah, semakin mendekati hari libur, siswa sekolahan mulai saling membicarakan rencana-rencana liburan mereka bersama teman-temannya. 

“Gue sih kayaknya mau ke Bali lagi.”

“Ke Bali melulu lo, nggak bosen?”

“Nggak lah! Banyak hotel bagus yang belum gue cobain. Kalau lo kemana?”

“Bokap gue sih bilangnya mau ke Australi.”

“Lo juga ke Australi melulu. Mau ternak kangguru, lo?”

Begitulah kurang lebih obrolan siswa-siswa Mahardika, sekolah swasta yang isinya anak-anak orang kaya. Setiap liburan mereka akan membicarakan soal rencana liburan yang mayoritasnya ke luar negeri, atau ke tempat-tempat bergengsi. Sangat jarang rasanya mendengar siswa Mahardika mengatakan, “Gue liburan di rumah aja,” atau “Gue mau ke rumah nenek di desa.”

Siswa yang liburan hanya di rumah saja termasuk ke dalam golongan minoritas. Tiga kakak beradik Adhitama, Mahesha, dan Wayu termasuk ke dalam minoritas itu, karena hampir setiap liburan mereka habiskan hanya di rumah saja. Karena Mahardika merupakan sekolah yang mencakup dari SD hingga SMA, maka kakak beradik itu dapat bersekolah di sekolah yang sama.

Adhitama, yang dipanggil Tama, adalah yang tertua. Ia berumur 17 tahun, dan jika naik kelas, akan naik ke kelas 3 SMA. Tama adalah anak yang dewasa, dan bertanggungjawab. Ia juga dapat memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya. Meskipun secara akademis ia tidak pintar, namun paling tidak Tama bisa diandalkan. 

Mahesha, yang dipanggil Eza, lebih muda satu tahun dari kakaknya. Dulu nama panggilannya adalah Eca. Tapi semakin lama ia semakin sadar bahwa nama panggilannya agak mirip nama perempuan, jadi dia ngotot ingin dipanggil Eza. Anak tengah ini sangat suka cerita-cerita misteri detektif ataupun misteri benda-benda bersejarah dan harta terpendam. Hal itu membuat Eza suka berperilaku layaknya seorang detektif. Contohnya, waktu ada teman sekelasnya yang nangis karena ponselnya hilang, Eza langsung beraksi. Ia menanya-nanyai yang kehilangan ponsel dengan pertanyaan-pertanyaan basic.

“Terakhir lo pegang kapan?” tanya Eza.

Lihat selengkapnya