Flashback On...
Air mata Nabila mengalir deras saat kereta eksekutif yang akan membawa Ezhar pulang ke Jakarta sudah berada di stasiun, Ezhar berdiri menghadap Nabila dengan kedua tangan memegang bahu gadis itu, kedua netra mereka saling beradu, mengungkapkan segala rasa yang berkecamuk di dalam dada, rasa yang baru bersambut namun harus dimulai dengan perpisahan yang telah menanti di ujung mata, tidak hanya Nabila yang menanggung lara, Ezhar pun merasakan hal yang sama. Namun demi masa depan, mereka harus mengikhlaskan, jika berjodoh waktu yang akan menyatukan cinta mereka dalam ikatan ikrar suci pernikahan. Sekuat tenaga Ezhar menahan laju air matanya agar tak terjatuh, bagi Ezhar ini bukanlah perpisahan dan ia tidak akan mengucapkan kata perpisahan pada gadis yang ia cintai yang kini tengah berdiri di hadapannya sedang berjuang menguatkan hati atas kepergian dirinya.
Ingatan Nabila mencoba merangkum semua kisah indahnya bersama Ezhar yang telah terajut selama 1,5 tahun ini, ia pandangi wajah Ezhar yang khas dengan lesung pipinya saat tersenyum. Senyuman yang akan tersimpan rapat dalam relung hati terdalamnya. Sungguh Nabila tak menyangka jika jatuh cinta akan menyakitkan seperti ini. Jika ia tahu akan seperti ini maka ia pasti sudah menjaga hatinya baik-baik agar tidak jatuh cinta pada laki-laki di hadapannya yang berhasil menyita seluruh perasaan dan pikirannya saat ini.
"Harusnya kamu bahagia Nabila, ini semua demi masa depan kita berdua, aku berjanji setiap liburan semester aku akan mengunjungimu, jaga dirimu baik-baik," ucap Ezhar sambil menyeka air mata Nabila yang tak berhenti menetes.
Sekuat hati Ezhar tidak menyentuh tubuh Nabila yang terlihat bergetar karena tangisnya. Namun baru saja ia berbalik satu langkah menjauh dari Nabila hatinya tak sanggup. Raga dan hatinya menyerah. Sungguh perpisahan ini sangat menyesakkan dadanya, dengan cepat Ezhar menarik tubuh Nabila lalu memeluknya dengan erat tanpa berucap. Air mata Ezhar pun menetes lalu dengan segera ia hapus dengan punggung tangannya, Ezhar merasakan debaran jantungnya dan Nabila berirama kencang secara bersamaan dengan kedekatan mereka. Namun Ezhar segera tersadar lalu melepaskan pelukannya.
"Bagaimana bisa aku melalui hari tanpamu Zhar?" Gumam Nabila dengan menatap netra Ezhar yang memerah.
"Kita pasti bisa Nabila, percayalah padaku, jaga hati ini untukku," ucap Ezhar lalu menunjuk dada Nabila dan dadanya bergantian. Nabila hanya mampu mengangguk dengan berlinang air mata.
"Aku mencintaimu Nabila Aisyah," ucap Ezhar lalu segera berjalan menuju gerbong di mana tempat kursi duduknya berada.
"Aku juga mencintaimu Ezhar Al-Rasyid, sangat," teriak Nabila sambil melambaikan tangan melepaskan kepergian Ezhar.
Bersamaan dengan teriakan Nabila peluit kereta berbunyi nyaring hingga memekakkan telinga tanda kereta akan segera berangkat, Ezhar membalas lambaian tangan Nabila sambil mengulas senyuman khasnya.
Berlahan kereta berjalan menjauhi stasiun Jombang hingga yang tertinggal hanya ekor kereta yang membawa raga Ezhar menjauh, tubuh Nabila tiba-tiba merosot jatuh terduduk di lantai stasiun sambil memegangi dadanya yang terasa sangat sesak. Seketika dunianya seakan senyap, sunyi, dan sendiri. Ia sudah tidak peduli dengan orang yang berlalu lalang di depannya, bahkan panggilan Kalila dari kejauhan pun tak bisa Nabila dengar, dengan terengah-engah Kalila mendekati Nabila lalu memeluk sahabatnya itu dengan erat, berlahan kedua tangan Nabila membalas pelukan Kalila dengan tubuhnya yang masih terdiam membeku di tempat.
Flashback Off....
"Ezhar maafkan aku, aku tidak berniat mengkhianati janji kita," Nabila dalam tidurnya dengan berurai air mata. Seketika tubuh Fahri yang masih memegang gagang pintu hendak ke luar dari kamar membeku di tempat, ia menoleh menatap Nabila dengan perasaan tak menentu.