Tiga Menara

Maulani Salim
Chapter #1

1. Intro : Hei, apa mimpimu?

♪-Intro-

"Hei, apa mimpimu?"

"Mimpi gue mau jadi pembuat lagu hebat dan menjadi penyanyi yang bisa menghibur hati."

"Mimpi gue? Ingin membawakan lagu untuk menyembuhkan perasaan seseorang."

"Mimpi? Belum punya. Bagaimana bisa mengejar mimpi sampai tak punya rasa?"

Sorot kamera itu menurun perlahan, membuat salah satu cowok itu mengernyit tidak paham sementara kedua temannya di samping menatapnya dengan pandangan tak terbaca.

Jawaban jujur membuat wawancara itu terjeda untuk waktu yang lama.

***

Jam istirahat adalah hal yang paling dibenci Ari ketika berada di sekolah, mungkin sebagian murid merasa cowok itu aneh karena bagaimana mungkin ia membenci hal menyenangkan bagi hampir seluruh murid Indonesia?

Ari menghela nafas, mengambil buku catatan dan pulpen lalu beranjak dari kelas dengan cepat.

Tapi mereka memang tak akan mengerti, bagaimana Ari benci jam istirahat karena kelasnya akan berubah menjadi mengerikan.

Dimana teman-temanya mulai mengeluarkan ponsel untuk bermain hal yang mengerikan. Asap dari rokok listrik mengaburkan pandangan, memenuhi ruang kelas, suara desahan, tawa dan teriakan terdengar berganti. Tunggu, pantaskah mereka disebut seorang teman?

Muak dan jijik adalah makanan hari-hari milik Ari begitu di sekolah, yang mengerikannya adalah ia harus bertahan dengan semua itu sampai kelulusan tiba.

Sekolahnya, SMA Jaya Pelita begitu bermasalah hingga Ari tak pernah mengerti kenapa kasus di sekolahnya tidak pernah terdengar sampai keluar. Orang dalam di sekolah ini memang luar biasa.

"Eh?" Ari mengerjapkan mata, rautnya langsung bingung ketika ia membuka ruang kelas tak terpakai bagian depan sekolah, ada satu cowok berambut pirang yang tengah asik melahap Popmie dan seorang cowok bertopi tengah tertidur di atas meja.

Kenapa mereka ada di sini? Ini ruangan kesukaan Ari di sekolah ini. Tidak ada siapa-siapa dan senyap, tapi kali ini ada dua orang asing hadir. Lalu, dimana lagi Ari harus singgah? Semua tempat di sekolah begitu memuakkan kecuali ruangan ini.

"Oh, lo murid yang suka ke tempat ini juga, ya?" seru cowok pirang itu, dilihat dari lambang kelas yang terlampir di lengannya, Ari tahu jika cowok itu adalah seniornya. Dan ia tidak ingin mencari masalah apapun apalagi dengan kakak kelas.

"Sorry, gue dan Alvin nggak tahu harus kemana lagi buat menepi, kita semua tahu kalo sekolah ini sampah kan, jadi kita ngikutin lo ke tempat ini dan ternyata ini surga."

Cowok pirang ini seperti sedang hiperbola, ia mengatakan ruangan ini bagaikan surga ketika keadaan kelas ini begitu penuh debu, lantainya banyak yang pecah, dinding dengan warna memudar serta meja dan kursi yang tidak beraturan.

"Lo keberatan?" Kini cowok bertopi itu bertanya setelah tidak melihat ada respon baik dari Ari, nada cowok itu biasa saja tapi Ari merasa terintimidasi, ada aura menakutkan darinya sehingga Ari refleks menggeleng.

"Nggak."

"Bagus, jadi gue nggak perlu nyogok lo dengan persediaan mie kesayangan gue." Cowok pirang itu tersenyum senang, sampai satu pertanyaan dari cowok bertopi dengan wajah tak percaya membuatnya jadi terdiam kikuk.

"Jadi selama ini lo bawa stok Popmie yang banyak?"

Lihat selengkapnya