Tiga Raga

A. R. Pratiwi
Chapter #20

Apa Kabar?

"Ryu, Aku merindukan Akari. Aku ingin bertemu dengannya,” ucap Sora dengan menulis nulis di atas lantai.

Ryu yang sedang dalam mood yang tidak baik hanya tidur dengan posisi meringkuk menekuk lehernya. Tak ada jawaban dari Ryu. Sora menghitung batu di lantai sembari menatanya. Membuat berbagai bentuk ekspresi wajah juga gambar lainnya untuk menghibur dirinya. Sepanjang hukuman ini berlangsung, mereka berdua tidak melakukan apa-apa kecuali makan, tidur dan membersihkan diri.

“Akari, tidakkah kau merindukan kami?” tanya Sora pelan. Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding batu. Mengetuk tembok di sampingnya berkali-kali dengan batu hingga satu batu lain berukuran sedang runtuh. Ryu yang mendengar runtuhan batu hanya menoleh sekilas-tidak tertarik. Sora tersenyum lebar. Kemudian mendekat ke jeruji untuk memberitahu Ryu bahwa dia menemukan satu ide cemerlang.

“Ryu! Batu itu runtuh! Jika kita memukulnya lebih kuat kurasa kita bisa keluar dari sini,” teriak Sora yang merasa otaknya bekerja dengan sangat baik. Ryu hanya menggeram tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh Sora di tempatnya.

“Ryu! Kamu tidak mendengarkanku? Kita bisa keluar dari sini Ryu!” teriak Sora sekali lagi berusaha meyakinkan temannya. Ryu kemudian menoleh dan berdiri. Sora menunjuk runtuhan batu itu dengan kedua tangannya. Ryu kembali menggeram seolah berkata “Lakukan apapun sesuka hatimu,” lantas kembali meringkuk pada jarak yang lebih jauh karena tidak ingin diganggu lagi oleh Sora dan beberapa ide konyolnya.

“Ah kamu tidak asik, aku tidak menyukaimu!” gerutu Sora kemudian melipat tangannya di depan dada dan kembali duduk. Sekian menit kemudian ia diam-diam memukul tembok di sampingnya dengan batu sebelumnya berharap akan runtuh beberapa batu lagi. Namun, hanya suara pukulan yang didapatkan. Batu yang runtuh beberapa menit sebelumnya hanya kebetulan sebuah batu berukuran sedang. Batu yang sedang ia pukul sekarang ternyata lebih besar dan lebih kuat dari dugaannya. Batu di genggamannya kini sudah pecah berkeping-keping. Suara dari pukulan batu sebelumnya menggema ke seluruh gua, membuat Ryu cukup terganggu. Ia menoleh kepada Sora kemudian meraung keras seperti sedang berkata “Tidak bisakah kamu diam saja!”. kurang lebih seperti itu. Sora terkejut kemudian meletakkan batu yang sudah menjadi kerikil dan perlahan duduk mencoba tidak membuat keributan lain.

“Baiklah-baiklah, Aku akan diam.” Sora menyandarkan tubuhnya pada jeruji sesekali menoleh ke belakang melihat Ryu yang sedang meringkuk tertidur.

Raungan Ryu terdengar hingga luar gua. Malam itu cukup sepi karena gua di bawah tebing tempat Ryu dan Sora dihukum sangat dekat dengan hutan. Pun pantai di depan gua yang menjadi tempat wisata jaraknya cukup jauh dari pemukiman warga. Kini di atas tebing terlihat seekor rubah putih sedang menatap ke arah sumber suara. Memantau keadaan sekitar gua dengan mata yang menyala.


###


“Jangan sakiti Akari! Kumohon, Akari tidak tahu apa apa tentang hal ini,” ucap Akari. Naga di depannya tidak mendengarkan. Ia terus mendekat ke arah Akari. Naga itu meraung keras dan menyemburkan api ke langit. Disusul di belakangnya seekor pegasus terbang dengan mata birunya yang menyala. Ia meluncurkan es tajam ke arahnya. Es itu menancap di sekitar tubuhnya. Naga di depannya kembali meraung. Kibasan sayap pegasus menggema ke seluruh hutan. Angin dari kibasan sayap pegasus memecah pepohonan. Sedetik kemudian tiba-tiba kedua hewan itu menyerang bersamaan. Sang naga menyemburkan apinya disusul sang pegasus mengibaskan sayapnya meluncurkan bongkahan es tajam ke arahnya.

“Tidaak!! Tolooongg!!” teriaknya mencoba meminta tolong sembari melindungi kepalanya dengan kedua lengannya.

“Tolong!!” ucap Akari yang kemudian terbangun dari tidurnya. Beruntung itu hanya mimpi. Napas Akari tersengal. Jantungnya berdegup kencang. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia mencoba duduk dan bersandar untuk sekedar mengatur napasnya.

“Apa itu tadi? Naga dan pegasus menyerang diriku? Mengapa aku bermimpi demikian? Mengapa naga dan pegasus itu tampak sangat marah padaku?” tanyanya. Ia masih berusaha mengontrol detak jantungnya yang tak beraturan. Ia mengusap keringat dengan tangannya. Rasa haus tiba-tiba menyerang Akari. Ia memutuskan turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum. Sesampainya di lantai bawah, Akari melihat lampu kamar mandi masih menyala. Ia bertanya tanya mengapa lampu kamar mandi tidak dimatikan.

“Mengapa lampu kamar mandi di bawah menyala? Oh mungkin saja memang sengaja dinyalakan,” ucap Akari. Ia mencoba menghiraukannya. Ia mengambil gelas kemudian membuka kulkas di depannya mencari air minum. Namun, saat ia tengah menuangkan air pada gelas miliknya, keran air di kamar mandi lantai bawah menyala. Akari terkejut kemudian menoleh. Akari menutup pintu kulkas dan berbalik. Air keran di dalam kamar mandi masih menyala. Tetapi pintu kamar mandi yang sebelumnya tertutup kini sudah terbuka.

Ia menggenggam gelasnya erat-erat. Berjaga-jaga jika itu adalah pencuri, Akari bisa langsung melemparnya dengan gelas. Sekian menit kemudian, pintu itu hanya terbuka. Tidak ada siapapun yang keluar dari kamar mandi. Akari ketakutan melihat kejadian itu. Ia meraba tempat peralatan masak dan menemukan sebuah gunting. Ditodongkan gunting itu ke depan. Tampak sekali perasaan ketakutan di wajah Akari. Ia mencoba memastikan itu bukan pencuri maupun hantu.

Lihat selengkapnya