Akari, gadis berumur 9 tahun yang begitu cinta dengan alam. Gadis bergigi kelinci ini juga memiliki warna mata coklat dengan senyum manisnya yang selalu terlukis. Tinggal di sebuah desa asri dengan pemandangan yang begitu indah. Suatu ketika, ia ingin bermain ke dalam hutan berbekal kamera kecilnya. Seperti sudah berteman baik, Akari menjejakkan kakinya tanpa ragu. Ia menyusuri jalan hutan seolah itu adalah rumahnya. Begitu indah, jalan berliku bersih dengan rumput halus menjadi jalan empuk bagi Akari.
Pohon-pohon rimbun berjajar rapi dengan cahaya matahari yang masuk di celah-celah ranting dan daun. Begitu hijau dan segar. Burung-burung berkicau bak bernyanyi. Ular berdesis tanda mengatakan permisi ingin lewat. Kupu-kupu berterbangan seolah menemani perjalanan Akari. Rusa dan kancil melompat girang bermain dengan teman temannya. Sesekali Akari mengoperasikan kamera dengan lincahnya.
Entah apa yang terbidik di mata kamera Akari. Ia melihat dua anak laki-laki seumuran dengannya sedang bercakap di tepi danau putih. Itu bukan nama danau yang sebenarnya. Air di danau tersebut sangat jernih sehingga pantulan airnya menjadi putih. Akari pun menamainya danau putih. terlihat anak di samping kanan memiliki sayap dan anak di sebelahnya memiliki cap seperti sebuah tato naga di lengan kanannya. Mereka membuat Akari terkejut. Sesegera mungkin Akari memundurkan langkah untuk berlari kembali keluar hutan.
Namun, takdir berkata lain. Akari terjebak pada jerat para pemburu. Ia tergantung di atas pohon dengan jaring yang menyelimutinya. Kedua anak itu terkejut dan menoleh ke arah Akari. Begitu pucatnya Akari karena ketakutan dengan jaring para pemburu beserta dua anak laki-laki di tepi danau. Mereka menghampiri Akari dengan berhati-hati. Sayap salah satu dari mereka hilang begitupun cap tato naga anak lain yang tertutup jaket miliknya.
“Tolooong! Akari terjebak! Tolong..!” Akari berteriak dengan menutup wajahnya ketakutan.
Dua anak itu saling tatap lalu mencoba menolong Akari. Salah satu dari mereka dengan sigapnya berlari memanjat pohon. Seperti terbang, ia hanya perlu dua atau tiga pijakan untuk sampai pada ranting yang mengikat jaring perangkap. Sementara ia melepas ikatan, yang lain melompat menangkap Akari dan menurunkannya di bawah pohon. Masih dengan ketakutannya Akari membuka tangannya. Terlihat disana dua anak laki-laki berdiri di depannya. Salah satunya menyapa.
“Hai, kamu tak apa? Ada yang terluka?” tanya salah satu dari mereka.
“Ini,” ucap yang lain dengan memberikan kamera milik Akari.
“Terima kasih.” Hanya dua kata itu yang terlontar dari mulut Akari, ia masih mensinkronkan detak jantungnya serta pikiran-pikiran negatifnya.
“Tak perlu takut. Namaku Sora, dan dia Ryu. Siapa namamu?” tanya Sora dengan ramahnya. Ryu hanya mengangguk dingin.
“Akari,” jawabnya dengan mengulurkan tangan. Sora terkejut sedangkan Ryu hanya terdiam tak mengerti. Mereka melihat bingung apa yang akan dilakukan Akari.