“Sora! Kananmu, atas! Jangan lengah. Kiri empat puluh lima derajat! Serang belakangmu! Berbalik Sora! Jangan lambat, serangan kilat selalu ada! Lemparkan serangan balasan! Cepat dan tepat. Bidik dengan sempurna!” Perintah terus terlontar kepada Sora. Shuji dan Shinji menyerang Sora tanpa henti. Dengan kekuatan penuh, Sora mempertahankan diri dan turut menyerang. Sora begitu fokus dengan perintah yang dilontarkan bertubi-tubi. Tak jarang pula Sora terkena serangan dari kedua kakaknya. Ia bertahan mati-matian untuk tidak tumbang seperti sebelumnya.
Ayahnya terus saja memforsir tenaga Sora meskipun 2 hari lagi mereka akan menggunakan seluruh kekuatannya. Titik lelah Sora sebentar lagi akan menyapanya, ia ingin segera mengakhiri latihan hari ini. Serangan terakhir Sora tampak meyakinkan, ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Ia menyerang kakaknya dengan satu kibasan namun dengan tenaga penuh. Shuji dan Shinji kalah telak, mereka terpelanting jauh yang membuat ayahnya tertawa senang. Shuji dan Shinji seketika berubah menjadi manusia kembali. Mereka berdua turut tertawa dengan serangan Sora meskipun rasa sakit masih dirasakannya.
Sora tersenyum simpul. Ia mulai terbang rendah. Sayapnya lelah. Belum sempat Sora memijakkan kaki di tanah, ia sudah berubah menjadi manusia. ia terjatuh dan terbaring lemas. Dilihatnya bayangan Akari samar di depannya.
“Akari,” panggil Sora lirih kemudian tak sadarkan diri.
“Sora!” kedua kakak dan ayahnya memekik menghampiri Sora. Sepertinya Sora kelelahan dan kehabisan seluruh tenaganya.
“Sora bangun! ada apa denganmu!” ucap ayahnya yang tampak kecewa dengannya. Shuji sesegera mungkin menggendong adiknya untuk dibawanya pulang.
Sesampainya di kamar Sora, ibunya terkejut melihat putra bungsunya tak sadarkan diri pada gendongan putra sulungnya. Ibu Sora marah besar terhadap ketiga orang yang berdiri di depannya. Shuji menidurkannya perlahan. Shinji dan ayahnya tampak bertengkar dengan keadaan Sora. Tak berapa lama Sora membuka matanya. Shuji sempat terkejut saat adiknya berkali kali melirihkan nama Akari dan ingin bertemu dengannya.
###
“Sora!” teriak Akari terbangun dari tidurnya. Ia tertidur dengan posisi menjadi bantal Akira di ruang tamu. Alata yang sedang makan makanan ringan di depannya terkejut. keripik kentangnya tumpah berserakan.
“Ada apa Akari? Siapa Sora? Kamu bermimpi?” tanya Alata sembari meletakkan keripik kentang yang tersisa. Ia menghampiri Akari dengan duduk di sampingnya.
“Aku berminpi sahabatku dipaksa ayah dan kedua kakaknya untuk berperang melawan sahabatnya.” Akari mengusap kasar wajahnya. Tampak raut wajah ketakutan disana.
“Sepertinya kamu kelelahan menjaga Akira hingga mimpimu aneh seperti itu, sekarang kamu tidur saja di kamarmu. Biar kakak yang menggendong Akira ke kamarnya,” Alata mengangkat Akira dari pangkuan Akari. Akira hampir menangis karena merasa ada yang mengganggu tidurnya, namun Alata cukup berpengalaman berurusan dengan hal yang seperti ini. Akari mulai naik menuju kamarnya untuk menenangkan diri.
“Sora, kamu tak apa? Mengapa aku bermimpi demikian? Atau jangan-jangan aku terlalu memikirkan pertempuran kalian? Atau mungkin karena aku rindu kalian? Sora, Ryu. Aku ingin bertemu kalian!” cercah Akari di depan cermin meja riasnya. Ia memandang potret pertama mereka yang terselip pada cermin di depannya. Akari berjalan menuju tempat tidurnya dan duduk. Diambilnya kamera kecil yang teronggok bisu di sampingnya. Dilihatnya potret Sora dan Ryu serta potret bersama beberapa hari lalu. Akari teringat lusa akan meninggalkan rumah ini. Semua barang-barangnya pun sudah terkemas rapi.