“Sora..!! Ryu..!! Akari disini. Kalian tidak ingin bertemu denganku? Besok hari terakhir kita bertemu sebelum Akari pergi!” teriak Akari mencari kedua sahabatnya.
Akari terus menyusuri tepi danau mencari keberadaan Sora dan Ryu. Ia begitu mengkhawatirkan keadaannya. Terlebih karena mimpi dan kecelakaan kecil kemarin. Dengan jemari yang masih menggenggam pouch kecil berisi dua lembar foto cetak dengan secarik kertas dan pena, ia terus memanggil kedua sahabatnya. Kameranya sedang tidak ia bawa karena terburu-buru ingin bertemu dengan kedua sahabatnya itu.
Hari semakin siang, ia memutuskan untuk kembali ke tempat semula. Di samping batu besar ia berpikir, apakah Sora dan Ryu sangat sibuk? Apakah mereka baik-baik saja? Apakah mereka tidak ada waktu untuk menemui dirinya? Berbagai pertanyaan melintas tak terarah dalam pikiran Akari. Dilihatnya potret kebersamaan mereka yang diambil lima hari lalu. Diambilnya secarik kertas dan pena untuk menuliskan surat. Diletakkannya kantong berisi potret mereka di balik batu berharap Sora dan Ryu menemukannya. Ia menuliskan beberapa kata di secarik kertas seperti sebuah surat.
-Cepatlah temui Akari sebelum Akari pergi.
Percayalah, hari ini sangat Akari benci!
Akari terpaksa harus berpisah dengan kalian.-
Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba Rieyu muncul dari dalam danau lantas bergerak menuju Akari mencengkeram tubuh Akari. Ia mengangkatnya satu meter lalu menjatuhkannya kasar. Tangan yang diperban karena kecelakaan kecil kemarin tertindih sebagian tubuhnya, Akari mengaduh kesakitan. Rieyu berubah menjadi manusia lantas menghampiri Akari. Ia memegang kedua bahu Akari kasar.
“Dimana kau sembunyikan Ryu! Jangan bermain-main dengan bangsa naga Akari!” bentak Rieyu yang membuat Akari ketakutan.
“Aku tidak menyembunyikan Ryu kak, aku bahkan tidak bertemu Ryu satu minggu ini. Lalu darimana kakak tahu namaku Akari?” jawab dan tanya Akari dengan menunduk memejamkan mata takut.
“Jangan coba-coba membohongiku! Dan jelas aku tahu namamu, Ryu selalu memanggil manggil nama itu bahkan saat tak sadarkan diri!” bentak Rieyu melepaskan genggamannya. Akari memberanikan diri menatap wajah Rieyu.
“Mengapa menatapku?! cepat katakan dimana Ryu. Sejak tadi pagi dia tak ada di kamarnya! Besok adalah hari penting! Jangan mencoba mencari celah dengan alasan melindungi Ryu!” Rieyu mendekatkan wajahnya kepada Akari. Menelisik raut wajah Akari seolah mencari sebuah jawaban. Namun tak ditemukannya, yang ia lihat hanya secarik kertas yang digenggam Akari. Rieyu merebutnya dan membacanya.
“Oh, jadi kalian bermain pesan hah? Dasar manusia!” bentak Rieyu mulai membakar kertas milik Akari dengan jemarinya yang tentu saja membuat Akari memekik tidak terima. Belum sepenuhnya kertas itu terbakar, Shinji kakak kedua Sora menyemburkan salju kepada Rieyu dan Akari. Serangan itu membuat Akari terkejut dan menggigil seketika. Surat itu terjatuh membuat Rieyu sontak menoleh ke arah penyerang. Dengan tangan gemetar, diambilnya surat yang sebagian telah terbakar tadi di bawah kaki Rieyu. Yang tersisa disana hanya enam kata. “Akari pergi” “Akari benci” dan “dengan kalian.”
Akari meneteskan air matanya menahan sakit. Shinji tertarik dengan keberadaan Akari, ia mendekat lalu berubah menjadi manusia. Ia mencengkeram lengan kanan Akari kasar. Gerakan Shinji membuat surat di genggaman Akari kembali terjatuh. Ia mengaduh kesakitan.
“Dimana kau sembunyikan Sora, Akari! Aku tahu pasti kamu yang menyuruh Sora pergi dari rumah! Menyuruhnya lari dari peperangan besok. Benar bukan?!” bentak Shinji lantas dibalas gelengan cepat tanda Akari tidak melakukannya.
“Akari tidak tahu apa-apa tentang Sora maupun Ryu! Akari sudah lama tidak bertemu dengan mereka!” jawab Akari mencoba melepas genggaman Shinji.
“Bohong!” Shinji melempar tangan Akari kasar.