Tiga Raga

A. R. Pratiwi
Chapter #23

Kepingan Ingatan

(6 bulan kemudian)

“Akari!” panggil Satoru dengan melambaikan tangan. Ia menghampiri Akari, Maiko dan Mari yang sedang makan dengan santainya.

Akari mengurungkan menyuap mie ayam ke mulutnya. Maiko dan Mari turut menoleh. Mereka sedang menyantap makan siang di kantin sekolahnya. Satoru meloncat tiba-tiba kemudian duduk di samping Akari. Tanpa rasa bersalah ia tersenyum senyum sendiri.

“Eh, duduk pelan pelan bisa tidak?” bentak Mari kesal karena mi ayam miliknya hampir tumpah.

“Ada apa?” tanya Akari pelan yang sudah mengerti tujuan Satoru menghampirinya. Satoru tiba tiba tersenyum centil ke arah Akari.

“Besok kan hari minggu, kita jalan jalan ke hutan pinus yuk. Ada yang baru dibuka di dekat tebing.” Satoru menjentikkan jari antusias. Akari, Maiko dan Mari tak menggubris. Mereka hanya menoleh lalu melanjutkan makan siangnya.

“Cari gratisan ya?” lirik Maiko menilik. Satoru tertawa mengedipkan sebelah matanya. Sepertinya rencananya sudah tertebak oleh ketiga temannya. Tanpa jawaban dan pertanyaan lagi, mereka bertiga berdiri dan membayar makan siang mereka. Akari, Maiko dan Mari meninggalkan Satoru di tempat duduk mereka.

“Loh? Kalian mau kemana? Jadi bagaimana? Mau tidak?” teriak Satoru kesal. Akari, Maiko dan Mari menghentikan langkah lantas menoleh ke belakang.

“Berangkat!” balas mereka bertiga bersamaan. Satoru mengepalkan tangan girang. Ia langsung berlari menyusul ketiga temannya kemudian merangkul pundak Akari dan Mari.

Senyum Satoru merekah, di sepanjang perjalanan menuju kelas tak henti hentinya ia bertanya apa yang harus dia bawa besok, menentukan titik kumpul, siapa yang akan menjemput siapa dan apa yang akan dilakukan disana. Akari hanya membalasnya dengan senyuman manis. Sedangkan Mari dan Maiko turut berkicau menyahuti pemikiran Satoru, menjawab semua pertanyaan keretanya. 

Hingga diputuskan, Maiko dan Mari akan menunggu di kelokan jalan di dekat rumahnya, lalu tugas Satoru menjemput Akari kemudian menemui Maiko dan Mari. Barang yang dibawa tidak perlu banyak banyak, hanya keperluan pribadi mereka lantas uang saku. Berjaga jaga jika akan membayar. Mereka berencana berangkat pukul enam pagi, karena acara pembukaanya pukul tujuh. Pikir Satoru karena jarak antara perumahan mereka dengan tebing lumayan jauh, sekalian menikmati udara pagi katanya. 

Mereka bertiga pun iya iya saja, menuruti Satoru. Jika tidak ia akan menggerutu di sepanjang perjalanan nanti. Setelah mata pelajaran selesai, bel pulang pun berbunyi. Belum sepenuhnya wali kelasnya meninggalkan kelas, Satoru sudah melesat ke tempat parkir untuk mengambil sepeda motornya. masih dengan wajah girang permintaannya disetujui oleh ketiga temannya. Maiko dan Mari sudah dijemput orang tuanya. Lantas Akari masih menunggu Alata yang katanya harus membeli bahan bakar dahulu. Semoga besok adalah hari yang menyenangkan bagi mereka berempat.

###

“Ma, Pa, besok Akari pergi ke pembukaan tempat wisata hutan pinus ya,” izin Akari. Papa dan mamanya menoleh, juga Alata dan Akira yang sedang menonton tv.

“Dengan siapa dan jam berapa?” tanya papanya melanjutkan menonton televisi.

“Dengan Satoru, Maiko, dan Mari. Acara pembukaannya pukul tujuh, jadi kita berangkat pukul enam,” jelas Akari. Alata yang mendengar permintaan izin Akari terkekeh pelan teringat sesuatu.

“Sepertinya rumahmu memang di hutan ya Akari? Di rumah lama kamu selalu bermain di hutan dengan kameramu, sekarang pun di rumah baru kamu ingin bermain di hutan lagi. Seperti penghuni hutan saja kamu,” tawa Alata mengejek. Akari mengerutkan kening kesal dengan ejekan kakaknya yang kurang menarik.

“Akira, tolong ambilkan buku album biru laut yang kakak temukani kemarin,” pinta Alata yang langsung dilaksanakan oleh Akira, adiknya.

“Album? Untuk apa?” kembali Akari mengerutkan kening tak mengerti.

“Lihat saja sendiri. Nah, Akira sudah sampai. Terima kasih Akira, Silakan dibuka putri hutan,” kekeh Alata menyerahkan buku Album kepada Akari. 

Lihat selengkapnya