Grekk…
Suara gesekan pintu gua terdengar. Saat itu Ryu sedang tertidur. Hanya ada Sora yang sedang memainkan pedangnya. Ia tak menoleh karena sudah pasti itu panglima yang sedang membawakan persediaan makanan untuk masa hukuman mereka. Sora teringat sesuatu, bukankah kemarin mereka sudah membawakan persediaan makanan?
“Ssst,” panggil Shinji pelan. Sora terperanjat melihat kakaknya ada disini.
“Kak Shinji?” panggil Sora cukup lantang. Shinji memelototi suara adiknya.
“Eh maaf, kak Shinji kenapa ada disini?” tanya Sora setengah berbisik. Shinji ingin memberikan sebuah kamera kecil yang ia temukan di jaket milik Sora, saat membantu mengenakan baju besi yang kini telah bertengger manis di tubuh Sora. Dilemparkannya benda kotak kecil itu kepada Sora kemudian keluar dari gua tanpa sepatah kata dan tindakan lagi. Sora tak menyianyiakan kesempatan untuk bertanya.
“Kakak menemukannya dimana?” tanyanya, membuat langkah Shinji terhenti.
“Saku jaketmu,” jawab Shinji tanpa menoleh lantas melanjutkan langkahnya.
“Ini kamera Saku milik Akari,” bisiknya pelan. Shinji kembali menghentikan langkah. Kini ia membalikkan badannya menghadap adiknya, Sora.
“Simpan baik baik! kakak pergi,” pamit Shinji. Sora hanya mengangguk menatap punggung kakaknya yang semakin kecil.
Tak lama ia pun mengoperasikan kamera saku milik Akari. Ia ingin tahu apa isi didalamnya. Sora tersenyum melihat potret ceria Akari, tampak juga disana potret Akari dengan teman temannya saat lepas pisah. Tatapan Sora menjadi sayu ketika mengingat hal yang menyakiti perasaanya.
“Maafkan aku Akari, aku tidak bisa menemuimu. Tapi percayalah, aku merindukanmu. Selalu,” lirih Sora mengelus potret Akari yang tersenyum lebar dengan temannya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat slide selanjutnya. Terlihat disana video Akari yang sedang berada di tepi danau putih. Merekam dirinya sendiri.
“Sora, Ryu, tak bisakah kalian kemari sebentar? Aku merindukan kalian. Lihatlah, Akari sudah berada di sini. Ditempat kita biasa bermain. Akari sangat ingin bertemu dengan kalian. Bahkan Akari masih memakai kebaya ini demi bisa berfoto dengan kalian di waktu terakhirku. Ayolaah… kalian tidak ingin bertemu denganku? Waktuku tidak banyak. Lima menit lagi Akari akan meninggalkan desa ini.” Sora menghentikan videonya sebentar. Ia memundurkan videonya untuk memutar dari awal.
Sora beranjak dari tempat duduknya lantas berusaha membangunkan Ryu yang sedang tertidur pulas. Ryu tak kunjung bangun, sepertinya Ryu kelelahan karena mengamuk kemarin malam. Ia ingin segera terlepas dari jeratan rantai di lehernya lalu keluar dari gua melihat pemandangan diluar sana. Ia semakin mendekar ke jeruji memanggil Ryu.
Lima menit sudah ia mencoba membangunkan Ryu, namun tetap tak kunjung membuka matanya. Sora menyerah dan duduk kembali. Ia ibgin membangunkan Ryu kembali Tanpa sengaja Sora terpeleset baru berukuran sedang saat berusaha berdiri. Ia jatuh tejerembab. Suara baju besi yang menghantam tembok batu membuat Ryu terlonjak bangun. Ryu menoleh sinis.
“Akhirnya kau bangun juga! Ryu cepat lihat ini. Tapi janji jangan marah, atau kau akan menyesal. Ini video singkat dari Akari,” jelas Sora sebelum Ryu mengamuk kembali setelah mendengar nama Akari. Ryu pun berdiri dan mendekat sejauh yang ia bisa. rantai di lehernya begitu pendek. Mereka menontonnya dari awal hingga terakhir yang dilihat Sora. Mereka melanjutkan melihat video yang dibuat Akari.
“Kalian tega membiarkanku menunggu disini berhari hari. Berulang kali kemari namun tak menemukan kalian. Suratku pun sudah hangus terbakar oleh api kak Rieyu. Tuduhan tak mengenakkan dari kakak kalian menyakiti hatiku. Percayalah, aku mampu menghadapi kedua kakak kalian hanya demi memeluk kalian. Aku rela dihantam berkali kali setiap kembali kemari, asalkan bisa bertemu dengan kalian. Sora, Ryu, temui aku. Temui aku sekarang atau tidak akan pernah lagi. Aku merindukan kalian. Eh siapa itu!”
Di akhir video Akari begitu mengejutkan. Kakak mereka berdua datang tiba tiba dengan mencengkeram bahu Akari memarahinya. Menghantamnya berkali kali hingga membuat kameranya terjatuh dan tombol video selesai tertekan. Ryu menggeram marah dengan perlakuan kakaknya. Begitupun dengan Sora.
“Ini kejadian waktu lalu saat Akari memeluk kita. Ternyata kita telat menolong Akari. Kita telat datang menghampiri Akari. Ia sudah dihantam habis oleh kak Shinji dan kakakmu. Maafkan aku Akari, aku tidak bermaksud membuat dirimu terluka karena aku lari dari hukuman panglima, aku menyesal melakukan itu,” ucap Sora.
Ryu menggeram lalu meneteskan buliran bening dari matanya. Ia menangis melihat hal itu. Sora menoleh terheran. Ryu bisa menangis? Bahkan saat menjadi naga? Wajah seseram itu bisa mengeluarkan air mata? Apakah ia tak salah lihat? Sora turut mengusap air matanya lalu mematikan kamera milik Akari. Ryu memalingkan wajahnya dari Sora berpura pura tertidur.
Namun, sepertinya Ryu menyesal telah salah sangka dengan Akari bahkan ia ingin membenci sahabat manusianya itu. Sekarang Ryu begitu membenci dirinya sendiri seolah dia lah yang jahat telah menyakiti hati Akari. Sora dan Ryu pun hanyut dalam kecamuk rasa masing masing. Terdiam membisu sedang bergelut dengan angan dan kenangan yang tak terelakkan.
Beberapa menit kemudian Ryu bangun dari tidurnya, membuat kuda kuda siap menyerang. Sora terkejut melihat temannya yang sebelumnya tertidur tiba tiba berdiri. Ia terdorong ekor panjang Ryu dari jeruji. Tersungkur sudah ia di dalam ruangannya. Menggerutulah Sora dibuatnya lantas menyingkir dari temannya yang entah akan berbuat apa. Ryu tampak geram dengan sesuatu, ia menyemburkan apinya pada mulut gua dan ingin melelehkannya. Namun sayang, pintu gua itu hanya hangus, tidak meleleh. Ryu tidak tahu lagi apa yang salah dengan semburan apinya.
“Terbuat dari apakah batu ini? Mengapa tidak mempan dengan api Ryu yang sepanas itu? Butuh berapa juta derajat celcius lagi untuk melelehkannya?” geram Sora.
“Batu refractory / batuan tahan api pun pasti punya titik leleh. Silica titik lelehnya 1600 derajat celcius, fireclay / tanah liat tahan api titik lelehnya 1300 derajat celcius, bauksit titik lelehnya 1500 derajat celcius, korund titik lelehnya 1650 derajat celcius chrome oxide titik lelehnya 1700 derajat celcius, Dolomite titik lelehnya 1750 derajat celcius, Magnesite titik lelehnya 1800 derajat celcius, zircon oxcide titik lelehnya 1800 derajat celcius. Semburan api Ryu? Berapa derajat celcius?” jelas Sora panjang. Ia pernah membacanya dari ponsel pintar milik Akari
“Semburan apimu memang berapa derajat? Kenapa tidak mempan? Eh?” Sora menghembuskan nafas berat melihat Ryu tertidur ketika ia menjelaskan berbagai macam batu dan titik lelehnya. Ia menggerutu lantas kembali duduk.
“Pantas saja sepi, aku ditinggal tidur rupanya. Entahlah, mungkin jika kamu sedikit mendekat ke pintu gua kamu akan bisa melelehkannya. Atau bahkan mungkin bisa membukanya dalam hitungan detik.” ucapnya turut merebahkan badan.
Berulang kali Sora dan Ryu mencoba berbagai cara untuk bisa keluar dari dalam gua. Namun nihil. Ia tidak tau caranya keluar dari gua itu. Seolah olah pintu gua itu diberi mantra khusus agar mereka tetap berada pada hukumannya. Menyelesaikan apa yang telah diperintahkan kedua raja kepadanya.