Sekelumit Persahabatan Anak Kos

abil kurdi
Chapter #16

16. Cinta Monyet Berumur Kura-kura (2)

“3 bulan nggak ngasih kabar, begitu ngasih kabar ente minta kawin!?” teriak Maminya Amar dari balik telepon.

“Tapi, Mi ... ane bener-bener serius sama dia,” ucap Amar.

“Heeeh, Mami keberatan ya ente minta kawin padahal kuliah nggak selesai-selesai,” sindir Mami. Amar diem saja disindir begitu. “Nih, Papimu mau ngomong nih!”

“Kadal bintit, muka gepeng, dinosaurus, brontosaurus, kirik! Kuliah belum kelar udah minta kawin!?” teriak Papi.

“Tapi, Papi ....”

“Kayak apa sih dia, sampai ente gini-gini amat ngebetnya!?” tanya Papi setengah marah.

“Mirip Dian Nitami tahun 70an, Pi ....”

“Serius? Cantik dong ....”

“Iya pi.”

“Mamanya cantik nggak?”

Hening.

-----------------------

Weh, Mas Amar rapi amat mau kemana? Bawa bunga segala?” tanya Nana.

“Hohoho, Clara ulang tahun hari ini. Jadi ane bawakan ini buat kado,” kata Amar bergaya romantis.

“Cuman bunga sehelai itu aja Mas, kadonya?” giliran Arin yang bertanya.

“Nih, coba ente pegang dan lihat seksama.” Amar memberikan bunga tersebut pada mereka berdua.

“Apaan. Biasa aja itu, Mas ...” ucap Arin.

“Lihat baik-baik di antara kelopak bunganya.”

“Apa itu?” Nana melihat sekilas terdapat benda berwarna kuning berkilau terkena cahaya.

“Lho, itu cincin?” tanya Arin.

“Emas asli. Hasil nabung sebulan cuman makan mi instan tambah nasi,” jawab Amar.

“Kereeeen! Nggak nyangka!” teriak Arin kagum.

“Jangan remehkan sisi romantis pria yang berotak sedikit mesum,” Amar berkata dengan senyum berkilau. Dia terlihat cool sekali.

“Terus, Mas Amar ... maksud dari cincin ini?” tanya Arin.

“Sudah barang tentu, ane akan melamarnya.”

“Uwaaaaaaw.” Semua kaget dan terkagum-kagum.

“Oke, ane berangkat. Doaken ye ....”

Dengan menaiki Helbeh, Amar berangkat ke rumah Clara. Kado yang ia persiapkan dimasukkannya ke dalam tas. Biar tidak kusut. Di dalam pikirannya sudah tersedia beberapa skenario kalimat-kalimat keren untuk melamar. Tinggal dipilih yang mana akan dia pakai.

Amar mengetuk pintu rumah Clara, sambil menggenggam seuntai mawar yang di dalamnya terselip cincin emas. Seperti biasa, ibu Clara yang membukakan pintu.

“Clara ada tante?” Amar berkata dengan senyum yang lebar.

Namun kali ini tak seperti biasanya, ibu Clara yang biasanya sumringah kini memandang Amar dengan tatapan yang dalam.

Beberapa hari sebelumnya, Clara yang sedang bermain di ruang tamu dengan anaknya mendapati seseorang mengetuk pintu di depan rumah.

“Bentar ya nak, mama buka pintu dulu.” Clara membuka pintu. Dia terkejut dengan apa yang dilihatnya. Teguh, lelaki yang kabur setelah menghamilinya.

Lihat selengkapnya