Amar baru datang ke kosan sehabis belanja di mall. Kosan sepi, hanya ada Nana di ruang tamu sedang menonton Tv dengan santainya.
“Habis belanja apaan, Mas?” tanya Nana pada Amar yang tengah membawa dua buah kresek besar.
“Biasa, baju anak-anak,” jawab Amar santai.
“Hah? Buat apa?”
“Buat anaknya Clara, hehehehe .…” Amar senyum-senyum sendiri.
“Kamu mau main ke sana, ya Mas? Lihat dong bajunya. Ini milih sendiri?”
“Iya dong, ane pan calon papa yang baik.” Amar menaruh kreseknya itu di dekat Nana, hendak memperlihatkan hasil pilihannya.
“Anaknya Mbak Clara namanya siapa?” tanya Nana.
Dengan lempeng, Amar geleng-geleng.
“Lho, kok nggak tahu? Cewek apa cowok?” tanya Nana kembali.
Amar geleng-geleng.
“Lha, kamu ini beli baju cewek apa cowok Mas?” Nana bingung.
Amar baru sadar. “Hmmmm. Iya, juga. Beda ya ....”
Nana mengeluarkan baju-bajunya. Amar membeli yang lucu-lucu sesuai saran dari Arin. Berhubung kata Arin warna yang lucu itu pink, maka dia membeli baju-baju berwarna pink.
“Ini baju-baju cewek semua Mas, nanti kalau anaknya cowok gimana?”
“Ah, tenang aja. Barusan ane dapet feeling anaknya cewek. Ane pan arab, jadi feeling ane pasti bener.”
“Apa hubungannya ....” Nana bermuka datar.
“Tulungin dibungkus pake kertas kado, Na ...” pinta Amar menyodorkan baju-baju yang ia beli.
“Wani piro (berani bayar berapa) ?” Nana menggesek-gesekkan ibu jari dan telunjuknya.
“Haduuh, ketularan Mbah ente. Ntar ane belikan es krim,” rayu Amar dengan berat hati.
Kado yang terbungkus cantik itu dibawanya langsung menuju ke rumah Clara di Lumajang. Walau menempuh jarak yang cukup jauh, semangat Amar tidak kendur.
Tok! Tok! Tok!
“Assalamualaikum!” teriak Amar.
”Walaikumsalam,” seorang ibu-ibu tua berambut putih membuka pintu.
“Clara ada, tante?” tanya Amar.
Ibu tua itu meminta Amar untuk menunggu sebentar di ruang tamu. Ia segera ke belakang memanggil Clara. Amar duduk di sofa empuk. Matanya kemudian berbinar-binar melihat ada cemilan yang tergeletak di bawah meja. Diembatlah cemilan tersebut.
“Eh, Amar. Tumben dateng ke sini?” Clara akhirnya muncul juga.
“Hehehe, iya. Ane pan janji mau ke rumah ngelihat anak ente,” ujar Amar sambil mengunyah.
“Lho Mar, kamu kok makan itu?” ucap Clara setengah kaget.
”Iya, laper ane. Hehehehe ...”
“Masih enak, Mar ...? Itu kan cemilan lebaran taun kemaren ...”
Hening.
----------------
Dok dok dok dok!! Abil menggedor pintu kamar mandi.
“Maar! Cepetan Mar!” teriaknya.
“Iya Bil, bentar. Lagi mencret nih!” jawab Amar dari balik pintu. Akibat dari mengembat makanan di rumah Clara tanpa ijin, Amar segera pulang karena perutnya mules.
Amar keluar kamar mandi dengan mengusap-usap perutnya yang masih tidak enak.
“Lama amat!” keluh Abil.
“Namanya juga musibah, Bil ....” Amar berjalan ke ruang Tv. Dia duduk di ruang tengah bersama Nana.
“Gimana Mas kencannya, kok pulangnya cepet?” tanya Nana.
“Kencan apaan, ane mencret gara-gara makan cemilan lebaran. Kirain cemilan putri salju, ada putih-putihnya. Ternyata kue jamuran.”
“Hihihihi!” Nana meringis sendiri.
“Begitu tau itu cemilan beracun, ane langsung pulang. Untuk kagak bocor di jalan.”
“Bocor? Ban motor?” tanya Nana.
“Bukaaan! Pantat ane ....”