Hari itu dimulai seperti pagi-pagi lainnya, dengan sinar matahari yang perlahan merayap masuk melalui celah tirai jendela kamar Galaxy. Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi, dan dunia di luar rumahnya masih terlihat tenang. Galaxy terbangun dari tidur nyenyaknya, perlahan membuka matanya, dan memandang langit-langit kamar yang dihiasi poster-poster bintang dan galaksi. Semuanya tampak biasa, tetapi entah kenapa hari ini terasa berbeda.
Galaxy menguap, membuka selimut yang menutupi tubuhnya, dan duduk di tepi tempat tidur. Matanya kemudian beralih ke sudut kamar yang lain di meja belajar, buku-buku pelajaran yang sudah disusun rapi, seragam sekolah yang terlipat rapih di atas meja, dan tas sekolah yang sudah siap dengan perlengkapan yang selalu teratur. Semua itu hasil ibunya yang menyiapkan, yang selalu memastikan Galaxy siap menghadapi hari dengan baik.
“Kenapa rasanya berbeda ya?” gumamnya pelan, merasa ada sesuatu yang mengganggu meskipun semua tampak biasa saja.
Pandangannya beralih ke dinding di dekat meja belajarnya, di mana helm hitamnya tergantung di sana. Helm itu bukan sekadar pelindung kepala saat mengendarai motor kesayangannya. Itu adalah hasil kerja kerasnya, helm yang ia beli dengan uangnya sendiri. Sebuah simbol kebebasan yang ia raih dengan usaha, dan setiap kali ia menatap helm itu, hatinya terasa lebih tenang, seolah-olah ada jaminan bahwa apapun yang terjadi, ia bisa menghadapinya dengan tenang.
Dengan perasaan sedikit ragu, Galaxy bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju lemari. Ia mengambil handuk dan menuju kamar mandi untuk mandi. Air yang menyentuh tubuhnya memberikan sensasi yang menyegarkan, dan meskipun pikirannya masih sedikit terombang-ambing, air itu memberikan sedikit ketenangan.
Selesai mandi, Galaxy kembali ke kamarnya. Begitu membuka pintu, ia langsung disambut oleh pemandangan yang sudah biasa, seragam sekolahnya yang terlipat rapi di atas meja, dan tas sekolah yang sudah siap. Ibunya pasti yang menyiapkannya. Galaxy tersenyum tipis. Ia tahu betul bahwa ibunya selalu memastikan ia siap untuk menjalani hari. Meskipun sering kali merasa sedikit cemas karena perhatian ibunya yang berlebihan, ia tahu itu semua datang dari rasa cinta yang besar.
Dia mengenakan seragam sekolah dengan cepat, mencetak dasi dengan cekatan, dan di lanjut mengenakan sepatu hitamnya . Namun, mata Galaxy kembali tertuju pada helm hitam yang menggantung di dinding. Ia mengambilnya dengan hati-hati. Tanpa berpikir panjang, ia bergegas turun menuju meja makan.
Setelah mandi dan bersiap dengan seragam sekolah, Galaxy turun ke ruang makan. Di meja makan sudah ada Pak Santoso, ibunya, dan Ardan, kakaknya yang sebentar lagi akan kuliah. Suasana pagi itu terasa hangat meskipun sedikit sunyi.
Pak Santoso, yang sedang mengaduk kopi, menoleh ke arah Galaxy dengan senyum tipis. “Kamu bawa helm, Galaxy?" tanyanya dengan suara tenang, namun penuh perhatian.
Galaxy duduk di meja, menyendok nasi goreng yang sudah disiapkan ibunya. “Iya, Pak. Hari ini Galaxy ingin naik motor ke sekolah,” jawabnya pelan sambil memandang helm hitam di atas meja.
Ibunya, yang sedang menyendok nasi untuk suaminya, menatapnya dengan khawatir. “Jangan kebut-kebut ya, nak. Hati-hati di jalan,” katanya sambil tersenyum lembut.
Ardan, yang sedang sibuk dengan telepon pintarnya sambil sarapan, melirik sejenak. “Berarti kamu juga sudah besar, ya? Bisa naik motor sendiri,” ujarnya sambil tertawa kecil.
“Sepertinya begitu,” jawab Galaxy dengan senyum tipis. Meskipun kakaknya selalu menggoda, Galaxy merasa nyaman di rumah dengan keluarganya. Sarapan pagi selesai dengan cepat, dan setelah berpamitan, Galaxy bergegas keluar rumah dan menyalakan motor klasiknya.
Sesampainya di sekolah, Galaxy memarkirkan motornya. Ia menarik helm dari kepala kemudian melatakannya di sepion motornya dan melangkah masuk ke dalam gedung. Sesampainya di kelas, baru beberapa langkah, ia melihat Vano sudah duduk di kursi sebelahnya.
"Selamat pagi, Vano!" sapa Galaxy, duduk dengan santai.
"Eh, pagi, Galaxy!" Vano membalas dengan senyum lebar.
Namun, sebelum sempat berbicara lebih, bel masuk berbunyi dengan keras, dan Bu Lestari dengan cekatan langsung masuk kelas.
“Selamat pagi, kelas X MIPA 1,” kata Bu Lestari, guru bahasa Inggris mereka, "Hari ini kita akan membahas materi yang sudah kita pelajari minggu lalu."
Galaxy duduk di tempatnya, menyimak Bu Lestari yang mulai menjelaskan tentang tugas kelompok selanjutnya.
Galaxy tidak bisa menahan pandangannya yang sedikit tertahan ketika melihat Clara duduk di depannya. Clara tersenyum samar, namun wajahnya terlihat sedikit canggung.