Keesokan paginya, Galaxy bangun dengan perasaan yang sama seperti kemarin semangat dan optimis. Pesan Clara semalam masih terngiang di kepalanya. Itu sederhana, tapi cukup untuk membuatnya merasa dihargai. Setelah bersiap-siap, ia mengendarai motor klasiknya menuju sekolah dengan hati yang lebih ringan dari biasanya.
Setibanya di sekolah, suasana pagi itu tampak biasa saja. Siswa-siswa sibuk dengan kegiatan masing-masing, namun Galaxy merasa ada sesuatu yang berbeda. Begitu memasuki kelas, ia melihat Clara sedang duduk sambil membaca buku. Mata mereka bertemu sesaat, dan Clara mengangguk kecil sambil tersenyum. Galaxy membalas senyuman itu dengan gugup, lalu duduk di bangkunya.
“Bro, kemarin lo beneran nganter Clara tambal ban?” bisik Vano tiba-tiba dari samping.
Galaxy melirik Vano dan mengangguk malas. “Iya, terus kenapa?”
“Kenapa nggak cerita ke gue? Itu momen penting, tahu!” Vano terlihat seperti detektif yang baru saja menemukan petunjuk besar.
“Van, biasa aja kali. Gue cuma bantuin dia,” elak Galaxy, meski pipinya sedikit memerah.
“Yaelah, lo ini kebanyakan denial. Lo tuh udah mulai punya langkah, bro. Jangan stop sampai di situ.”
Galaxy hanya mendengus, memilih untuk tidak menanggapi lebih jauh. Namun, kata-kata Vano itu terus terngiang di pikirannya sepanjang pelajaran.
Saat jam istirahat tiba, Galaxy berusaha mengumpulkan keberanian. Vano benar, ia tidak bisa terus bersembunyi di balik alasan. Ia ingin mengenal Clara lebih baik, dan mungkin ini waktu yang tepat untuk memulainya. Dengan langkah ragu, ia mendekati Clara yang sedang duduk di kantin bersama beberapa temannya.
“Clara, boleh ngobrol sebentar?” tanya Galaxy, suaranya terdengar lebih kecil dari yang ia maksudkan.
Clara menoleh, sedikit terkejut. “Oh, tentu. Ada apa?”
Galaxy menggaruk belakang kepalanya, merasa canggung di depan teman-teman Clara yang sekarang memandang mereka dengan penasaran. “Eh, di luar aja, kalau nggak keberatan.”
Clara mengangguk. “Baiklah.”
Mereka berdua berjalan keluar kantin menuju taman kecil di dekat lapangan sekolah. Clara menatap Galaxy dengan ekspresi ramah, sementara Galaxy berusaha menyusun kata-kata di kepalanya.
“Terima kasih lagi buat kemarin,” Clara memulai, memecah keheningan. “Aku benar-benar nggak tahu harus gimana kalau kamu nggak ada.”
“Ah, nggak usah dibahas lagi. Aku senang bisa bantu,” jawab Galaxy, lalu menambahkan, “Tapi... aku mau tanya sesuatu.”
Clara mengangkat alis, penasaran. “Apa itu?”
Galaxy menarik napas dalam-dalam. “Kamu... sering pulang sendiri?”