Risa menenggak minuman bersama seorang temannya yang juga perempuan di dalam sebuah diskotik. Tawanya hambar dan candanya semu. Risa baru saja dipecat dari pekerjaannya di sebuah perusahaan asuransi.
"Kamu minum banyak amat, lagi ngerayain sesuatu yah," tanya Seila.
"Yah, aku baru saja dipecat," jawab Risa singkat.
"Apa? Gak salah denger gue?" tanya Seila meyakinkan, mungkin kerasnya dentuman musik membuat ucapan Risa hampir tak terdengar atau otak Seila yang sudah terkontaminasi ekstasi dan alkohol membuat Risa hanya terlihat sedang meracau. Risa tampak cuek dan kembali minta tambah minuman. Sang Bartender pun melakukan tugasnya.
"Kamu sudah minum banyak sekali malam ini," ucap sang Bartender sambil menyerahkan gelas yang sudah ia isi ulang.
"Gue, cabut dulu yah, bye," pamit Seila pada Risa menuju lantai dansa. Risa asik sendiri dan manggut-manggut sendiri. Tanpa sepengetahuan Risa, Seila sudah heboh dengan yang lain. Lampu-lampu genit berputar-putar, lampu-lampu sorot menyilaukan berpadu dengan asap tembakau yang Risa mainkan. Pikirannya hampa, hatinya hampa. Ada beban yang lepas, ada kebosanan yang siap ia jalani. Itulah arti kata dipecat bagi Risa.
Tiba-tiba kemeriahan terhenti. Sorak-sorai berganti jadi jeritan dan kegaduhan. Risa pun terganggu. Ia menoleh mengikuti sang Bartender yang meloncati meja. Risa pun bangkit dan menghampiri kerumunan. Seila kejang-kejang dengan mulut berbusa. Risa terpana, baru saja ia bicara dengan Seila. Risa jadi ngeri sendiri dan mundur menjauh. Ia tidak hendak membantu Seila, karena memang ia tidak tahu pertolongan pertama untuk orang yang over dosis. Seseorang menelepon rumah sakit, seseorang menelepon saudaranya. Risa melangkah keluar dari diskotik itu. Hatinya rancu. Bukan ia tidak peduli pada temannya itu, ia hanya malas menghadapi saudaranya nanti atau polisi yang meminta keterangan. Bagaimanapun ia yang paling di kenal dekat dengan Seila di tempat itu.
Kebebasan mungkin kembali merenggut nyawa. Bukan pertama kali ia tahu ada yang over dosis atau yang tewas di dalam diskotik karena ekstasi. Itu pula sebabnya ia tidak pernah mau mencoba pil itu. Tapi baru kali ini sahabatnya sendiri yang jadi korban. Risa sudah di luar diskotik.
Risa merasa kepalanya berat, hingga ia merasa perlu untuk duduk dan menyandarkan kepalanya ke dinding. Sepertinya sang Bartender itu benar, Risa terlalu banyak minum malam ini. Tanpa sadar Risa melorot sampai terduduk di lantai di ujung tembok diskotik yang hendak ia tinggalkan.