Daun-daun bergoyang diguyur hujan. Jam sekolah sudah usai. Tapi Tinot dan beberapa siswa lain masih termenung di beranda depan sekolah. Mereka tidak membawa jas hujan. Bagi Tinot pribadi, andaikata ia mau berlari dan hujan-hujanan ia akan segera sampai kosan. Kosannya dekat, hampir persis di belakang sekolah. Tapi itu tidak ia lakukan. Ia hanya bersandar dengan santai di salah satu tiang itu. Tiang yang kokoh, tapi hati Tinot terasa rapuh. Dinginnya hujan, membuat hatinya yang rapuh itu juga terasa dingin.
Perdi melintas hendak pulang. Tapi mata dan hidung Perdu sudah sangat hafal Tinot. Yah, dari aroma tubuh Perdi sudah bisa menebak salah satu siswi yang menunggu hujan reda itu adalah Tinot. Perdi tidak segan-segan dan tidak ada kata bosan apalagi menyerah untuk mendapatkan Tinot.
"Hai! Ayo aku antar. Aku naik motor sendiri tapi aku selalu membawa dua jas hujan. Ayolah, aku antar kamu pulang."
Kalian tidak salah dengar, Perdi menyebut dirinya dengan kata 'aku'. Cupu sekali. Tapi itu yang Tinot suka. Kalimat itu entah sudah berapa kali Perdi ucap pada orang yang sama.
"Sepertinya nih cowok ngebet banget sama gue," batin Tinot.
"Tidak ada salahnya gue coba deket sama cowok."
"Ayolah, hujan ini masih lama," bujuk Perdi sambil tersenyum dan menodongkan jas hujannya pada Tinot. Jas hujan warna pink dan tampak baru. Jelas itu bukan warna jas hujan untuk laki-laki. Sampai sebegitunya kah, Perdi sampai membeli jas hujan.
Perlahan namun pasti, Tinot akhirnya menerima jas hujan itu. Perdi sumringah dan hampir salah tingkah. Perdi pun segera menstarter motor bebek kesayangannya. Jas hujan sudah Tinot kenakan. Perdi sudah siap dan Tinot pun membonceng.
"Sudah siap?" tanya Perdi sedikit menoleh ke belakang.
"Ayo."
Motor pun melaju.
"Rumah kamu di mana?" tanya Perdi setengah berteriak. Selain deru hujan yang deras, telinganya juga tertutup helm pullface.
"Belok kiri!" jawab Tinot saat melewati gerbang sekolah. Perdi menurut saja.
"Itu! Masuk gerbang taman kota."
"Oh, oke!" Perdi antusias dan dengan sangat hati-hati ia mengendalikan motor. Sekarang ia sedang membawa tuan Putri.
Setelah masuk taman kota.
"Berhenti dulu di situ!"
"Di situ?! Di samping stadion?"
"Yah!"
Sesuai permintaan, Perdi berhenti di samping stadion. Sepi. Tidak ada siapa-siapa di situ atau di taman kota itu.
Setelah merasa aman dari guyuran hujan, Perdi pun menghentikan sepeda motornya.
"Pengangin bentar," Tinot menyerahkan tas. Perdi pun menerimanya dengan sigap, seperti suami siaga. Tinot membuka jas hujan dan itu sungguh di luar dugaan Perdi.
"Mau ngapain si Tinot?"
"Bensinnya banyak gak Per?"