Pondok kecilku di tengah hutan bukan hanya tempat untuk bersembunyi, tetapi juga menjadi ruang di mana aku belajar tentang diri sendiri. Setiap pagi, aku berjalan ke kebun kecil yang kutanam dengan biji jagung. Tidak ada harapan besar yang aku letakkan di sana, hanya sekadar mencoba menumbuhkan sesuatu di tengah kekosongan hidupku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, apakah jagung itu akan tumbuh atau mati begitu saja.
Namun, seiring waktu, aku mulai melihat perubahan. Biji jagung yang dulu tampak kecil dan tak berarti, kini mulai tumbuh.
Tanaman itu perlahan keluar dari tanah, dan aku melihatnya setiap hari, seolah menjadi saksi bisu perjalanan hidupku. Proses pertumbuhannya mengajarkanku tentang kesabaran. Seperti jagung itu, aku pun harus melalui proses proses yang tidak selalu cepat, tetapi penuh dengan pembelajaran di setiap langkahnya.
Setiap daun yang tumbuh, setiap batang yang menjulang tinggi, membawa harapan baru bagiku. Aku mulai mencintai kebunku. Tidak hanya jagung yang tumbuh, tetapi juga hatiku yang mulai menyembuhkan diri dari luka-luka masa lalu. Aku belajar untuk tidak terburu-buru. Aku belajar bahwa, seperti tanaman, hidup pun membutuhkan waktu untuk berkembang dan matang.
Aku melihat betapa sederhana hidup bisa terasa penuh makna jika kita benar-benar meluangkan waktu untuk menghargai setiap proses. Terkadang, kita terlalu sibuk mencari hasil tanpa menyadari bahwa perjalanan itu sendiri adalah bagian yang paling berharga.