Tiket ke Neraka dari Surga

sansan954
Chapter #1

September 2021

          

Menjelang petang sinar mentari tak lagi garang, secangkir teh dan sepiring cemilan melengkapi waktu istrahat setelah lelah dengan segala aktivitas siang.

Suara gaduh dari teras rumah depan, mengejutkan pasangan suami istri yang tengah duduk santai menikmati pemandangan serakan daun kering yang terbawa angin.

"Sayang, ibu kamu jatuh," ucap sang istri sembari menoleh kepada suaminya.

Sang suami cepat berdiri dan berlari mengejar, "Ibu, ngapain sih?" tanyanya sembari mengangkat wanita tua itu dan menuntunnya ke kursi.

Wanita tua itu bernama Nurma, lelaki yang membantunya berdiri adalah Sunardi putra bungsunya.

Rumah mereka saling berhadapan, maka apapun aktivitas sang Ibu bisa terpantau oleh putra bungsunya itu.

Sinta istri Sunardi mengambil cairan anti septik dan mengoleskan obat luar itu pada luka lecet di kaki dan tangan ibu mertuanya.

Dia menatap prihatin pada sang mertua.

"Ibu mau kemana?" tanya Sinta selembut mungkin.

"A-anu, ma-mau, jual kelapa." jawab Nurma dengan suara bergetar dan tangan yang juga bergetar menunjuk pada tumpukan kelapa di sudut teras rumah.

Sinta menarik napas panjang, "Ya sudah, Ibu sekarang istirahat saja. Nanti biar Ardi yang jualkan," ujarnya.

"Ibu jangan kemana-mana lagi, istirahat saja. Sinta akan hantarkan makanan untuk ibu," pesan pria yang akrab disapa Ardi itu.

Sepeninggal anak dan menantunya, Nurma mengambil kunci rumah dan payung.

"Aku harus cepat, mengabari pembeli kelapa itu. Jangan sampai Ardi yang menjual, bisa-bisa uangnya tak diberikan kepadaku," batinnya.

Dengan langkah tertatih dia berjalan menuju lapak penjual kelapa parut yang berjarak 500meter dari rumahnya, sampai di lapak kelapa dia bertemu dengan Parjina tetangga belakang rumah.

~~~~~~~

"Sinta, Sinta, mana suamimu? Tolong!" suara jeritan Parjina mengejutkan Sinta yang tengah menyiapkan menu makan malam.

Seketika perempuan tiga puluh tahun itu berlari keluar, "Ada apa Bu Par?" tanyanya.

"Itu loh, Ibu mertuamu jatoh di jalan. Aku gak kuat mengangkatnya," jelas Parjina sembari menyodorkan payung dan kunci rumah milik Nurma, kepada Sinta.

"Sayang, tolong Ibu yank." pekik Sinta.

Ardi yang masih berada di kamar mandi, gegas menyudahi hajatnya.

"Ibu dari mana sih? Bukannya tadi aku suruh ibu istirahat?" Ardi menahan kesal.

Nurma diam tak mampu berkata.

"Maaf loh Bu Nur, aku betul tidak kuat menahan badan Ibu," sesal Parjina.

"Tak apa Bu Par, ini kecelakaan bukan salah Bu Par." Sinta menenangkan.

"Ya sudah, saya pamit ya," ucap Parjina sebelum berlalu.

~~~~~~~

"Sejam yang lalu Ibu tertelungkup di teras rumah, sekarang malah jatuh di tepi jalan raya. Sibuk mondar mandir mau menjual kelapa," adu Ardi pada kakaknya.

"Kenapa kamu tolongin? Biar saja dia jatuh kalau perlu sekalian saja mati digilas mobil." sahut Har geram.

"Bukan itu Kak, aku malu. Dia pergi macam gembel, baju terbalik, jilbab compang camping, macam orang tua yang tak terurus," keluh Ardi.

"Itu kan azab dia, begitulah kalau orang kikir. Punya banyak harta, tapi enggak bermanfaat. Jangankan untuk orang lain, untuk dirinya sendiri saja gak manfaat."

Ardi menarik napas dalam, orang lain pasti berpikir betapa durhaka perempuan itu kepada Ibunya. Namun, tidak bagi Ardi dia bisa memaklumi mengapa sang kakak sebegitu ketus. Terlalu banyak luka yang telah ditorehkan sang Ibu, hingga usia senjanya kini.

~~~~~

"Ibu itu, sudah pikun. Kita lah anak-anaknya yang harus memahami kondisi beliau sekarang, terlepas dari semua luka yang pernah beliau torehkan. Bagaimana pun, beliau tetap Ibu kita." ucap Rini bijak.

"Lalu sekarang bagaimana, siapa yang mau menjaga ibu?" tanya Har.

Lihat selengkapnya