Hembusan angin malam menelusup dari celah helm yang dikenakan Ardi, dingin menyentuh wajah lelaki pengantin baru itu.
Dia terus berkendara meski tak tahu pasti kemana mereka akan singgah, "Kita ke Hotel Asri saja, Ar," pinta sang istri bak titah maha patih. Ia belokkan stang motor masuk area parkir hotel melati itu, meski tersirat tanya dalam hati.
"Katanya kerumah Mama?" tanya Ardi sesaat kaki keduanya melangkah memasuki loby sederhana.
"Besok saja ke rumah Mama, malam-malam begini akan banyak pertanyaan nantinya," jawab Sinta.
"Selamat malam, ada yang bisa kami bantu?" seorang wanita berpenampilan sederhana, setelan baju tidur tanpa polesan mek up menyambut kedatangan mereka.
"Kami mau sewa kamar," jawab Sinta ramah.
Perempuan itu menyodorkan selembar kertas HVS bertulis tangan, isinya daftar kamar lengkap dengan harganya. Sinta menunjuk salah satu kamar dengan harga termurah, cukuplah hanya untuk semalam saja, begitu pikirnya.
Perempuan petugas hotel mengambil sala satu anak kunci yang tergantung di lemari khusus, di samping meja resepsionis, lalu dia membawa kedua orang itu setelah terlebih dulu mengisi data di buku tamu.
Sampai di kamar, Ardi memeriksa bekal yang tadi digantungkan Susi di motornya.
"Kamu belum makan, kan? Makan lah, ini ada bekal dari kak Susi," ujarnya pada Sinta.
"Tadi aku sangat lapar, tapi Ibumu bilang orang yang kerja dari pagi saja belum makan, aku baru datang langsung mau makan," Sinta mengulang kembali kata-kata ibu mertuanya.
"Laparku hilang seketika dan untuk sementara ini aku tidak selera memakan apapun yang diberikan ibumu," sambungnya.
"Kalau begitu biar aku keluar, belikan kau makanan. Kau mau makan apa?" tanya Ardi sabar.
"Apa saja asal itu bukan masakan ibumu," jawab Sinta.
Ardi pergi, tak lama dia kembali dengan satu porsi nasi pecel lele. Sinta makan dengan lahap, sungguh perutnya memang sudah menagih untuk diisi.
"Mulai besok kita ngontrak saja, Ar," ujarnya bersama dengan suapan terakhir.
"Ngontrak dimana? Apa kita punya uang untuk ngontrak?" tanya Ardi.
Lelaki itu baru saja keluar dari kamar mandi, membersihkan muka dan gigi.
"Kita jual saja kalungku ini," jawab Sinta sembari melepaskan kalung emas yang membelit lehernya.
"Jangan Sin, itu mahar untukmu," cegah Ardi.