TIKUS-TIKUS BERDASI DI RUMAH MINYAK

Mário de Oliveira Pires
Chapter #1

BAB I BUKAN SEKEDAR MENGINGAT

Kampung Matahari Terbit namanya, hiduplah masyarakat Maubere dan Bui Bere. Mereka hidup berdampingan dengan tata krama dan kebiasaan mereka. Kebiasaan mereka seperti kehidupan manusia sebelumnya. Mereka bercocok tanam dengan berpindah-pindah, memilihara binatang peliharaan merekapun sesuai dengan kehidupan mereka. Mereka sudah memiliki keluarga sejak menetap di kampung itu. Tahun-tahun berlalu dengan bermodal hidup sosial, masyarak Maubere dan Bui Bere menjalankan kehidupan mereka sesuai dengan apa yang disudah di tanamkan oleh leluhur mereka. Keseriusan dalam membangun masyarakat Maubere dan Bui Bere pun tata sesuai dengan prinsip-prinsip yang sudah ada sejak leluhur mereka. Kampung itu kaya akan kekayaan alam dan hasil bumi. Dari kekayaan itu mereka dapat memanfaatkan untuk kelangsungan hidup mereka.

Mereka hanya mempunyai rumah kayu sebagai tempat tinggal mereka. Hari harinya mereka pergi berburu dan kadang mereka memancing ikan di sungai yang bersih tak tersemar. Mereka melakukan itu untuk bisa bertahan hidup. Setelah mendapatkan hasil yang cukup, mereka pulang ke rumah lalu memasak dengan tungku tradisional hasil tangan mereka sendiri. Sungguh hidup yang harmonis tanpa terganggu oleh ideologi atau sistem kekuasaan, semua pekerjaan mereka dijalankan tanpa paksaan. Memasak apa yang ada, makan apa yang mereka tanam, pokoknya semua serba alami dan utuh serta sangat menghormati satu sama lain.

Mereka tidak ingin mencari suasana baru. Didalam hati, mereka tidak ingin terpisah oleh zaman dan waktu atau dibelah oleh orang-ornag tak bertangung jawab. Kehidupan itu mereka jaga terus menerus tanpa memikirkan hal buruk akan datang kepada mereka pada masa itu. Kesederhanaan dan kebahagian dalam masyarak di Kampung Matahari Terbit selalu menjadi tolak ukur untuk menjalankan kehidupan mereka.

Pagi hari para lelaki di masyarakat Matahari Terbit ada yang pergi memancing di sungai, ada yang berburu. Hasil tangkapan dan hasil berburu mereka dikumpulkan agar bisa dimasak bersama dan makan bersama. Mereka ingin agar semua menikmatinya, tidak ada monopoli atas hasil memancing di sungai dan hasil berburu di hutan.

Mereka kadang pergi meninggalkan rumah mereka dan tidak takut pada pencuri atau membuat kunci ganda pada pintu rumah mereka. Menutup pintu lalu mulai melangkah menuju tempat yang mereka tuju. Setelah itu mereka pulang dan tak ada barang yang hilamg, barang-barang mereka tak dijamah oleh para tangan panjang yang ahlinya membuat alasan.

Mereka setiap saat duduk di tepi sungai. Sebagai tempat istirahat keluarga mereka. Kemudian mereka mengeluarkan makanan dari buah tangan mereka sendiri yang tidak dipoles miseseres atau adonan palsu yang hanya memberi kenikmatan sessaat. Kala rasa lapar sudah menggerogoti perut mereka.

Lihat selengkapnya