Matahari menggantung rendah di atas langit saat Flara ditarik paksa ke lapangan basket oleh Shawn. Pemuda terkeren seantero sekolah yang dulu menjabat sebagai wakil ketua OSIS itu pun menghempaskan tangan Flara secara kasar. Ia mengusap keringat yang menyusuri pelipisnya, sedangkan Flara menggerakkan pergelangan tangannya di udara sembari meringis akibat dicengkram terlalu erat.
Shawn menatap tajam Flara. “Apa lo tahu? Kalau bukan karena lo pacar gue, lo nggak mungkin jadi ketua OSIS, Fla!” Suara itu menggelegar dan menggema di lapangan basket indoor.
Flara mendekap erat bukunya dan hanya menatap dingin Shawn dalam larik-larik jingga yang menyusup lewat jendela. Tiga bulan yang lalu, mereka baru saja melakukan serah jabatan OSIS kepada adik-adik kelas mereka. Rasanya cukup membingungkan mendengar pemuda itu mengaitkan jabatannya sebagai ketua OSIS dengan hubungan mereka. Flara tidak terima jika Shawn mengklaim bahwa keberhasilan yang ia capai merupakan bonus karena sudah menerima perasaan pemuda itu. Flara menjabat sebagai ketua OSIS bukan karena ia berhasil memikat hati anak pemilik sekolah. Jabatan yang ia dapatkan adalah berkat hasil kerja kerasnya sendiri. Mulai dari mencalonkan diri, membuat visi dan misi untuk kemajuan sekolah, beradu gagasan dengan calon ketua OSIS yang lain. Flara mengikuti semua tahapan seleksi dari awal sampai akhir. Walaupun memang—mungkin—kepopuleran Shawn cukup membuat hasil voting mereka menang telak dari pasangan yang lain, nyatanya Flara sudah banyak bekerja keras.
Tak kunjung mendapat respons, Shawn mulai melangkah maju seiring Flara yang turut bergerak mundur. Di tempat sepi itu, Flara sudah membayangkan hal buruk yang akan terjadi. Perlahan, ia menenggelamkan tangan kanannya ke saku rok. Sepersekian detik matanya melirik ponsel untuk menekan tombol perekam suara. Jika Shawn berani berbuat macam-macam terhadap dirinya, setidaknya Flara mempunyai bukti rekaman percakapan mereka.
“Kenapa lo diam?” tanya Shawn sembari menarik dagu Flara. “Lo nggak punya telinga?! Gue salah besar pacarin lo, Fla! Seharusnya pacaran itu saling menguntungkan!”
Flara memalingkan wajah sebentar dan menepis tangan pemuda itu. “Shawn, tapi gue bukan cewek murahan! Permintaan lo benar-benar keterlaluan! Sorry, gue bukan pelacur! I’m done with you!” seru Flara dengan ketegasan penuh. Mata Flara dan Shawn yang saling bertemu memancarkan amarah masing-masing. Shawn mencengkram kembali lengan Flara sesaat perempuan tersebut hendak melarikan diri, tetapi gadis itu memberontak dan segera mengambil langkah panjang serta cepat untuk dapat meninggalkan tempat itu.